Pengantar
Sebuah pesawat elit yang mengangkut Presiden Amerika Serikat yang melintasi samudera pasifik dibajak oleh sekelompok teroris yang memiliki kepentingan politik tertentu. Pesawat tersebut baru saja pulang dari Moskow setelah Presiden menyampaikan pidatonya sebagai jawaban atas ditangkapnya pemimpin
Sekelumit cerita di atas menggambarkan latar belakang film Air Force One yang dibintangi oleh Harrison Ford. Seperti halnya film-film Hollywood yang bergenre action lain, film ini mengisahkan aksi heroik James Marshall, Presiden AS (Harrison Ford) yang berhasil menggagalkan usaha pembajakan pesawat Air Force One oleh teroris. Film ini juga sangat berbau politis, karena mengambil setting penangkapan seorang tokoh radikal
Film ini dibuat pada tahun 1997, sehingga setting cerita tidak lagi berkaitan dengan konflik AS-Sovyet[1]. Akan tetapi, film ini tetap bercerita tentang gangguan keamanan internasional dengan adanya pembajakan oleh sekelompok orang yang diidentifikasikan sebagai gerilyawan
Hard Power: Efektifkah?
Film ini juga memiliki aspek politik yang lain jika kita telaah. Secara umum, film ini menggambarkan penggunaan hard power oleh beberapa pihak dalam aksi terorisme tersebut dengan implikasi-implikasi yang ditentukan oleh alur cerita.
Setidaknya, ada tiga hard power yang terdapat dalam film. Pertama, hard power digunakan oleh tentara Amerika Serikat dan Rusia yang mengalahkan kekuatan bersenjata di Kazakhtan serta menangkap pemimpin mereka (latar belakang pra-cerita). Kedua, hard power digunakan oleh kelompok teroris
Mari kita analisis penggunaan hard power tersebut.
Pada poin pertama, penggunaan kekuatan militer oleh Rusia dan didukung oleh Amerika Serikat sangat tampak sebagai penggunaan hard power. Kekuatan militer yang digunakan untuk menekan negara lain adalah salah satu bentuk dari hard power. Selain itu, adanya implikasi lanjutan berupa penggunaan kekuatan bersenjata balasan dari gerilyawan Kazakh juga mengindikasikan adanya hard power atau coercive diplomacy dalam bahasa Kegley (2006)[2].
Pada poin kedua, hard power juga digunakan oleh gerilyawan
Sebagai balasan atas hard power dari kekuatan bersenjata
Dalam konteks ini, hard power tak harus dijawab dengan hard power juga.
Pada poin ketiga, hard power yang digunakan adalah eksekusi terhadap Ivan Radek, pemimpin
Fakta ini menunjukkan bahwa pemerintah Rusia telah menggunakan hard powernya kendati hasil negosiasi telah mengisyaratkan adanya pembebasan penuh. Hard power, seperti dikatakan oleh Morgenthau (1956)[5], akan bertindak tanpa prosedur jika tidak ada pengawasan dan perimbangan kekuasaan. Strategi Rusia menembak pemimpin gerilyawan ketika ia keluar dari penjara menunjukkan penggunaan hard power ketika langkah yang dilakukannya tak mendapat pengawasan
Perlu dicatat, Radek berada di bawah pengawasan pemerintah Rusia. Ketika Radek dibebaskan, Rusia masih memiliki hard power dengan mengelabui para penyandera tersebut. Hal ini, sesuai nature dari hard power tersebut, adalah sikap klasik dari negara-negara yang memiliki power yang menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
Kesimpulan: Perlukah Kekuasaan Berbicara?
Film Air Force One pada dasarnya cukup menarik, menegangkan, dan penuh makna. Walaupun film ini sangat Amerika-sentris, secara keseluruhan film ini patut diapresiasi karena efek yang cukup baik dan skenario yang cenderung tak terduga. Selain itu, ada beberapa hal yang dapat dianalisis dari film ini, salah satunya berkaitan dengan penggunaan power oleh pelaku film.
Dalam konteks ilmu politik, film ini mengajarkan bahwa power tak boleh digunakan untuk kepentingan sepihak; Power harus digunakan sesuai rational choice, pendekatan moral, dan yang terpenting harus menggunakan legitimasi atau keabsahan (Budiardjo, 1993)[6]. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan oleh negara-negara powerful yang justru menggunakan hard power mereka untuk kepentingan pribadi.
Maka, sudah seharusnys power digunakan untuk perdamaian, bukan untuk menindas kelompok lain yang menjadi lawan. Bukankah tujuan dari kekuasaan adalah untuk mencapai perdamaian?
[2] Charles W. Kegley. World Politics: Trends and Transformation (
[3] Lihat Hans J. Morgenthau, Politics Among Nations: Struggle for Power and Peace (
[4] Lihat G.R. Berridge, Diplomacy: Theory and Practice (
[5] Hans J. Morgenthau, op.cit.
[6] Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1993, cetakan kelima belas). pp. 37-38.
Referensi
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1993, cetakan kelima belas).
G.R. Berridge, Diplomacy: Theory and Practice (
J. Morgenthau, Politics Among Nations: Struggle for Power and Peace (
Charles W. Kegley. World Politics: Trends and Transformation (
http://id.wikipedia.org/wiki/air_force_one_(film)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar