Tengkulak dan Kehidupan Nelayan Jepara
Artikel ini merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Kelurahan Ujung Batu, Jepara, Jawa Tengah bersama rekan-rekan peserta kegiatan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional 2007। Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tanggal 26-29 Juni 2007 di Kampus Kelautan Universitas Diponegoro, Jepara. Data-data pada penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan kuesioner. Adapun dalam penarikan sampel kami menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan tujuan responden yang semuanya berprofesi sebagai nelayan dapat memaparkan kehidupan mereka dalam berinteraksi dengan tengkulak. Di samping itu, kami juga menggunakan metode Quote sampling, yaitu penarikan sampel pada jumlah yang telah ditentukan (60 Responden). Sementara itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran singkat mengenai kehidupan nelayan di Jepara agar dapat dijadikan perbandingan dengan daerah lain yang juga memiliki potensi di sektor kelautan.
Secara umum, Jepara memang memiliki lokasi yang strategis dalam pengembangan perekonomian। Menurut Priyanto dkk. (2006), Jepara memiliki topografi yang khas dan lengkap. Seperti terlihat pada dataran tinggi di sekitar pegunungan Muria sampai pantai di daerah utara seperti Teluk Awur. Kondisi semacam ini menyebabkan Jepara memiliki sisi kehidupan ekonomi berbasis kelautan yang berpotensi memberi sumbangan dalam perekonomian daerah. Kedekatan dengan laut ini juga membuat banyak warga Jepara yang berprofesi sebagai pencari ikan atau nelayan. Sebagai implikasinya, berkembang pula profesi lain yang memiliki keterkaitan erat dengan nelayan, yaitu tengkulak atau orang yang membeli hasil laut dengan harga yang murah dari nelayan tetapi menjual hasil laut tersebut dengan harga yang tinggi.
Dari penelusuran awal kami, penduduk Kelurahan Ujung Batu Kabupaten Jepara berjumlah 3।971 orang dengan 70% berprofesi sebagai nelayan. Dari 60 responden yang mengisi kuesioner, sebanyak 44 orang atau 73,33% mengatakan bahwa hasil melaut mereka mencukupi kebutuhan hidup nelayan sehari-hari. Bahkan ada satu responden yang mengatakan bahwa hasil yang dicapainya dalam melaut sangat mencukupi kebutuhannya. Sementara itu, hanya 15 responden atau 25% yang mengatakan bahwa hasil yang mereka capai dalam melaut tidak cukup. Tidak ada responden yang mengatakan bahwa hasil yang mereka capai dalam melaut sangat tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Mengenai tempat penjualan hsil melaut, nelayan di desa Ujung Batu lebih memilih untuk menjual hasil tangkapan yang mereka peroleh dari melaut kepada para tengkulak, kendati tengkulak tersebut tidak memiliki patokan harga resmi। Hal tersebut tergambar dari tingginya jumlah responden yang mengaku menjual hasi tangkapan ke tengkulak, yaitu 40 orang atau 66,67%. Sementara itu, responden yang mengaku menjual hasil tangkapan ikan kepada Tempat Pelelangan Ikan hanya berjumlah 20 orang atau 33,33%. Data ini menunjukkan bahwa nelayan lebih memercayai tengkulak daripada TPI. Data di atas juga menunjukkan bahwa tidak ada nelayan yang menjual hasil tangkapan ke pasar.
Dari data yang telah didapat, mayoritas nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tengkulak memiliki keadaan sandang yang sedang, yaitu 26 responden atau 65%। Sisanya, para responden mengatakan bahwa keadaan sandang mereka baik (13 orang) dan sangat baik (1 orang). Sementara itu, mayoritas responden yang memilih untuk menjual hasil tangkapan ke TPI mengatakan bahwa keadaan sandang mereka baik (11 orang). Dari responden yang menjual hasil tangkapan ke TPI, ternyata ada satu responden yang mengatakan bahwa keadaan sandangnya buruk. Sisanya, delapan responden mengatakan kualitas sandangnya baik.
Dari data yang didapat, dapat kita simpulkan bahwa ternyata keadaan papan nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tengkulak berkisar pada level sangat baik sampai buruk। Mayoritas nelayan dalam kelompok ini menganggap bahwa kualitas papan mereka sedang (26 orang). Ada tiga responden dalam kelompok nelayan ini yang mengaku kualitas pangan mereka buruk. Sementara itu, keadaan pangan nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tempat pelelangan ikan berkisar pada level baik sampai buruk. Tidak ada yang menganggap kualitas pangan mereka sangat baik. Mayoritas nelayan menganggap bahwa kualitas pangan mereka sedang (10 orang). Lima responden mengaku bahwa kualitas mereka buruk.
Jika dibandingkan dengan nelayan yang menjual hasil tangkapan ikan kepada tempat pelelangan ikan, tengkulak ternyata memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik jika ditinjau dari pendidikan anak। Hal ini dibuktikan pada jumlah anak yang tidak bersekolah pada masing-masing kelompok. Jumlah anak nelayan yang tidak bersekolah pada kelompok nelayan yang menjual hasil tangkapan pada tengkulak adalah tiga orang atau 7,5%. Jumlah ini lebih sedikit daripada jumlah anak nelayan yang tidak bersekolah pada kelompok nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tempat pelelangan ikan. Pada kelompok ini, anak nelayan yang tidak bersekolah berjumlah empat orang atau 20%.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Ujung Batu mengenai pengaruh tengkulak terhadap kesejahteraan nelayan di wilayah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Keberadaan tengkulak ternyata memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan nelayan di Ujung Batu, Jepara। Selain itu, dilihat dari pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan pendidikan keluarga, nelayan yang menjual hasil tangkapan ikannya ke tengkulak secara umum lebih sejahtera dibanding dengan nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke Tempat Pelelangan Ikan। Untuk itu, keberadaan Pemerintah Kabupaten Jepara selaku pemegang otoritas publik sangat diperlukan agar dapat lebih arif, bijaksana, aspiratif, dan mampu mengakomodasi semua keinginan masyarakat nelayan dalam kebijakan-kebijakan publik yang dibuat.
Bagi pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Selatan yang juga memiliki potensi di sektor kelautan dan perikanan, kami sarankan agar dapat mengkaji permasalahan tengkulak ini secara lebih mendalam, dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Tentunya, hal ini juga memerlukan perhatian semua pihak. Sinergisasi visi dan misi ke depan sangat diharapkan agar kehidupan nelayan dapat lebih sejahtera.
Artikel ini merupakan rangkuman dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Kelurahan Ujung Batu, Jepara, Jawa Tengah bersama rekan-rekan peserta kegiatan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional 2007। Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tanggal 26-29 Juni 2007 di Kampus Kelautan Universitas Diponegoro, Jepara. Data-data pada penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, pengamatan, dan kuesioner. Adapun dalam penarikan sampel kami menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan tujuan responden yang semuanya berprofesi sebagai nelayan dapat memaparkan kehidupan mereka dalam berinteraksi dengan tengkulak. Di samping itu, kami juga menggunakan metode Quote sampling, yaitu penarikan sampel pada jumlah yang telah ditentukan (60 Responden). Sementara itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran singkat mengenai kehidupan nelayan di Jepara agar dapat dijadikan perbandingan dengan daerah lain yang juga memiliki potensi di sektor kelautan.
Secara umum, Jepara memang memiliki lokasi yang strategis dalam pengembangan perekonomian। Menurut Priyanto dkk. (2006), Jepara memiliki topografi yang khas dan lengkap. Seperti terlihat pada dataran tinggi di sekitar pegunungan Muria sampai pantai di daerah utara seperti Teluk Awur. Kondisi semacam ini menyebabkan Jepara memiliki sisi kehidupan ekonomi berbasis kelautan yang berpotensi memberi sumbangan dalam perekonomian daerah. Kedekatan dengan laut ini juga membuat banyak warga Jepara yang berprofesi sebagai pencari ikan atau nelayan. Sebagai implikasinya, berkembang pula profesi lain yang memiliki keterkaitan erat dengan nelayan, yaitu tengkulak atau orang yang membeli hasil laut dengan harga yang murah dari nelayan tetapi menjual hasil laut tersebut dengan harga yang tinggi.
Dari penelusuran awal kami, penduduk Kelurahan Ujung Batu Kabupaten Jepara berjumlah 3।971 orang dengan 70% berprofesi sebagai nelayan. Dari 60 responden yang mengisi kuesioner, sebanyak 44 orang atau 73,33% mengatakan bahwa hasil melaut mereka mencukupi kebutuhan hidup nelayan sehari-hari. Bahkan ada satu responden yang mengatakan bahwa hasil yang dicapainya dalam melaut sangat mencukupi kebutuhannya. Sementara itu, hanya 15 responden atau 25% yang mengatakan bahwa hasil yang mereka capai dalam melaut tidak cukup. Tidak ada responden yang mengatakan bahwa hasil yang mereka capai dalam melaut sangat tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Mengenai tempat penjualan hsil melaut, nelayan di desa Ujung Batu lebih memilih untuk menjual hasil tangkapan yang mereka peroleh dari melaut kepada para tengkulak, kendati tengkulak tersebut tidak memiliki patokan harga resmi। Hal tersebut tergambar dari tingginya jumlah responden yang mengaku menjual hasi tangkapan ke tengkulak, yaitu 40 orang atau 66,67%. Sementara itu, responden yang mengaku menjual hasil tangkapan ikan kepada Tempat Pelelangan Ikan hanya berjumlah 20 orang atau 33,33%. Data ini menunjukkan bahwa nelayan lebih memercayai tengkulak daripada TPI. Data di atas juga menunjukkan bahwa tidak ada nelayan yang menjual hasil tangkapan ke pasar.
Dari data yang telah didapat, mayoritas nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tengkulak memiliki keadaan sandang yang sedang, yaitu 26 responden atau 65%। Sisanya, para responden mengatakan bahwa keadaan sandang mereka baik (13 orang) dan sangat baik (1 orang). Sementara itu, mayoritas responden yang memilih untuk menjual hasil tangkapan ke TPI mengatakan bahwa keadaan sandang mereka baik (11 orang). Dari responden yang menjual hasil tangkapan ke TPI, ternyata ada satu responden yang mengatakan bahwa keadaan sandangnya buruk. Sisanya, delapan responden mengatakan kualitas sandangnya baik.
Dari data yang didapat, dapat kita simpulkan bahwa ternyata keadaan papan nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tengkulak berkisar pada level sangat baik sampai buruk। Mayoritas nelayan dalam kelompok ini menganggap bahwa kualitas papan mereka sedang (26 orang). Ada tiga responden dalam kelompok nelayan ini yang mengaku kualitas pangan mereka buruk. Sementara itu, keadaan pangan nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tempat pelelangan ikan berkisar pada level baik sampai buruk. Tidak ada yang menganggap kualitas pangan mereka sangat baik. Mayoritas nelayan menganggap bahwa kualitas pangan mereka sedang (10 orang). Lima responden mengaku bahwa kualitas mereka buruk.
Jika dibandingkan dengan nelayan yang menjual hasil tangkapan ikan kepada tempat pelelangan ikan, tengkulak ternyata memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik jika ditinjau dari pendidikan anak। Hal ini dibuktikan pada jumlah anak yang tidak bersekolah pada masing-masing kelompok. Jumlah anak nelayan yang tidak bersekolah pada kelompok nelayan yang menjual hasil tangkapan pada tengkulak adalah tiga orang atau 7,5%. Jumlah ini lebih sedikit daripada jumlah anak nelayan yang tidak bersekolah pada kelompok nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada tempat pelelangan ikan. Pada kelompok ini, anak nelayan yang tidak bersekolah berjumlah empat orang atau 20%.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Kelurahan Ujung Batu mengenai pengaruh tengkulak terhadap kesejahteraan nelayan di wilayah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Keberadaan tengkulak ternyata memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan nelayan di Ujung Batu, Jepara। Selain itu, dilihat dari pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan pendidikan keluarga, nelayan yang menjual hasil tangkapan ikannya ke tengkulak secara umum lebih sejahtera dibanding dengan nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke Tempat Pelelangan Ikan। Untuk itu, keberadaan Pemerintah Kabupaten Jepara selaku pemegang otoritas publik sangat diperlukan agar dapat lebih arif, bijaksana, aspiratif, dan mampu mengakomodasi semua keinginan masyarakat nelayan dalam kebijakan-kebijakan publik yang dibuat.
Bagi pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Selatan yang juga memiliki potensi di sektor kelautan dan perikanan, kami sarankan agar dapat mengkaji permasalahan tengkulak ini secara lebih mendalam, dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Tentunya, hal ini juga memerlukan perhatian semua pihak. Sinergisasi visi dan misi ke depan sangat diharapkan agar kehidupan nelayan dapat lebih sejahtera.
2 komentar:
teruskan berkarya..
dan memberikan manfaat :)
Anak muda sekarang sudah sedikit sekali yang mau merenungkan makna kehidupan di dunia ini. Akibatnya, hidup yang mereka jalani terkadang jauh tanpa makna
Posting Komentar