Senin, 09 Februari 2009

UKM, BMT, dan Ekonomi Kerakyatan

Lembaga Keuangan Mikro (Micro Finance Institute) mulai menampakkan geliatnya beberapa terakhir ini. Lembaga ekonomi yang bergerak di bidang pemberdayaan usaha kecil dan mikro (UKM) ini biasanya bergerak di sektor perkreditan, di mana mereka secara kelembagaan memberikan kredit dengan bunga rendah sebagai modal bagi para pengusaha-pengusaha mikro.

Pemberian kredit ini antara lain bertujuan untuk lebih membantu para pengusaha tersebut agar lebih produktif dan dapat keluar dari gerbang kemiskinan. Akhirnya, pelaku usaha tidak hanya dimonopoli oleh para pebisnis dengan usaha besar, tetapi juga diwarnai dengan para investor mikro yang dapat mengubah modal yang diberikan menjadi feedback dan profit yang memberikan implikasi positif bagi kehidupan pemodal .

Perkembagan investasi mikro ini tidak terlepas dari pengenalan platform ekonomi kerakyatan yang digagas oleh pemerintah dan para ekonom yang peduli dengan nasib usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Platform Ekonomi kerakyatan inisalah satunya adalah fokus kebijakan ekonomi terhadap usaha kecil dan menengah.

Fokus kebijakan ini dimaksudkan bukan untuk menciptakan sistem preferensi baru, tetapi untuk memperbesar manfaat (utility) sebagai substansi pokok dalam ilmu ekonomi. Selain itu, ekonomi kerakyatan juga berfungsi sebagai alat untuk mengimplementasikan demokrasi ekonomi yang diterapkan di Indonesia (Sasono, 1999; Mubyarto, 2004).

Data BPS tahun 2003 menunjukkan bahwa terdapat 39,04 juta unit usaha yang termasuk kategori usaha ekonomi rakyat atau 99,60% dari total unit usaha yang ada di Indonesia. Dalam hal penyerapan lapangan kerja, unit usaha tersebut memberi lapangan pekerjaan kepada sekitar 74,4 juta orang.

Dilihat dari komposisi volume usahanya, 99,85% volume usahanya di bawah Rp 1 miliar, 0,14% antara Rp 1 miliar - Rp 50 miliar dan hanya 0,01% volume usahanya di atas Rp 50 miliar. Adapun dari komposisi penyerapan lapangan kerja, kelompok pertama menyerap 88,66%, kelompok kedua menyerap 10,76% dan, sisanya diserap kelompok ketiga (Sumantyo, 2004).

Konsep ekonomi kerakyatan ini juga menjadi salah satu fokus dalam kebijakan ekonomi pemerintah di era reformasi ini. Implikasinya, pemerintah juga seharusnya menjamin kelangsungan investasi dan usaha mikro, kecil, atau menengah (UMKM) di Indonesia agar keberadaan mereka tidak dikalahkan oleh investor-investor besar yang lebih berorientasi pasar.

Salah satu cara pemerintah dalam menjamin kelangsungan UKM ini adalah melalui subsidi dan pemberian kredit jangka panjang dengan bunga yang rendah sebagai modal kepada para pengusaha tersebut. Di sinilah peran strategis lembaga keuangan mikro dalam implementasi platform ekonomi kerakyatan ini.

Adapun bentuk lembaga ekonomi mikro yang sekarang marak berkembang di Indonesia, terutama di Banjarmasin, adalah Baitul Maal Wat-Tamwil (BMT). Lembaga ini merupakan lembaga ekonomi mikro yang menggunakan pendekatan syariah dalam operasionalnya.

Dengan adanya pendekatan syariah ini, Baitul Maal Wat-Tamwil tetap memberikan kredit investasi kepada para investor mikro namun dengan menggunakan sistem mudharabah atau bagi hasil. Sistem mudharabah ini mengimplikasikan tidak adanya pembungaan dalam kredit, tetapi ada bagi hasil antara pemodal dan investor yang disahkan melalui nisbah atau perjanjian sebelum pemberian kredit (Perwataatmadja & Antonio, 1992).

Sekilas mengenai ekonomi syariah, dapat kita katakan bahwa ekonomi syariah merupakan pengejawantahan model perekonomian yang dilaksanakan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an. Salah satu ketentuan yang diberikan oleh Al-Qur’an adalah haramnya riba’ yang diatur oleh Allah melalui Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 275 dan Ali-Imran 130.

Untuk menghindari praktek riba’ ini, muncul konsep Al-Ajr wal Umulah (Kerja/jasa), Kafalah (jaminan) dan mudharabah (bagi hasil). Konsep-konsep ini pada awalnya diprakarsai oleh Bank Muamalat Indonesia dan kemudian dikembangkan di bawah payung beberapa Bank Syariah yang berada di bawah kontrol Dewan Pengawas Syariah (Perwataatmadja & Antonio, 1992).

Pengenalan konsep ekonomi syariah ini pada dasarnya ditujukan untuk memberdayakan para pengusaha kecil dan mikro yang ingin mengembangkan usahanya dengan sistem yang syar’i. Dengan adanya sistem ini, diharapkan investasi kredit dapat lebih menguntungkan pengusaha kecil dan mikro tanpa mengesampingkan nilai-nilai syar’i.

Oleh karena itu, tak salah jika keberadaan lembaga ekonomi mikro syariah sangat mendukung berjalannya sistem ekonomi rakyat yang berpihak pada kepentingan pelaku usaha kecil dan menengah, bukan melegitimasi sistem elite yang dilandaskan pada mekanisme pasar. Salam Reformasi.

Tidak ada komentar: