Rabu, 27 Agustus 2008

Menyikapi Gerakan Separatis (Negosiasi, Integrasi, dan Resolusi Konflik)

Pengantar

Bagi setiap nation-state yang memiliki wilayah luas, gerakan separatis pasti menjadi sebuah masalah besar. Setidaknya, gerakan separatis telah membuat beberapa negara harus mengeluarkan biaya besar. Tak hanya itu, gerakan separatis juga menghasilkan kerugian bagi warga sipil yang tidak terlibat secara langsung dalam wilayah dan eskalasi konflik.

Ada dua faktor penting yang mendukung munculnya gerakan separatis, yaitu potensi konflik yang tak terkelola dengan baik dan adanya benturan kepentingan antara kekuatan-kekuatan politik yang bersaing. Kita ambil contoh gerakan separatis sayap kiri Kolombia, di mana potensi konflik karena perbedaan ideologi antara pemerintah dan oposisi tak diselesaikan secara baik. Apalagi dengan adanya intervensi dari negara Barat, kelompok sayap kiri semakin gencar melakukan serangan kepada pemerintah.

Penulis akan menganalisis gerakan separatis yang terjadi di beberapa negara beserta implikasi dan upaya penyelesaian yang dapat dilakukan untuk meredam gejolak tersebut.

Pengalaman Politik : Indonesia, Georgia, Nepal, Turki

ita dapat bercermin pada gerakan separatis di Indonesia, Georgia, Nepal, dan Turki. Seperti diketahui, ada Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Indonesia, Republik Ossetia Selatan di Georgia, gerilyawan Maois di Nepal, serta Republik Kurdistan di Turki. Gerakan separatis di empat negara ini memilik perbedaan dalam ideologi dan strategi gerakan, serta berbeda sikap dalam negosiasi dengan pemerintah yang bersangkutan.

Pada kasus Indonesia, konstelasi politik nasional berpengaruh terhadap keberadaan gerakan separatis. Presiden Soeharto (Orde Baru) mengambil langkah represif dengan menggunakan kekuatan militer untuk menumpas GAM di Aceh. Cara ini justru menimbulkan banyak korban dari warga sipil. Pasca-Soeharto, pemerintah cenderung menggunakan pendekatan diplomatik dan mengedepankan negosiasi-negosiasi dengan kelompok separatis. Cara ini terbukti efektif dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara wakil GAM dengan pemerintah Indonesia dengan mediasi Presiden Finlandia, Marti Ahtisaari.

Langkah ini berbeda dengan cara pemerintah Georgia dalam menghadapi kelompok separatis Republik Osetia Selatan dan Abkhazia. Georgia lebih menggunakan pendekatan represif dan militeristik dalam merespons pergerakan kelompok ini. Terbukti pada bulan Agustus 2008, pemerintah Georgia melancarkan operasi militer dadakan ke Tskhinvali, ibukota Osetia Selatan. Akan tetapi, serangan ini ternyata salah perhitungan karena memakan korban warga sipil sehingga mempertegang hubungan diplomatik dengan Rusia. Akibatnya bisa ditebak: Rusia menyatakan perang dengan Georgia dan mengarahkan persenjataan berat mereka ke Tbilisi, ibukota Georgia.

Lain halnya dengan Nepal. Kelompok Maois menggunakan taktik medieval warfare dan merongrong kedudukan Raja Gyanendra yang sangat absolut. Mereka tidak melakukan serangan terbuka, namun sesekali melancarkan serangan ke fasilitas pemerintah secara sporadis. Namun, memanasnya suhu politik nasional membuat kelompok ini juga turut berjuang bersama rakyat menentang pembubaran monarki Hindu. Pasca-kejatuhan Raja Gyanendra, kelompok Maois justru mencalonkan seorang capres untuk bersaing di Majelis Konstitusi, kendati akhirnya dikalahkan oleh kandidat Nepal Congress, Ram Baran Yadav.

Terakhir, gerakan Republik Kurdistan di Turki. Masih kuatnya kelompok militer di pemerintahan Turki membuat upaya perdamaian dan negosiasi seringkali terhambat. Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan dan Abdullah Ghul yang berasal dari faksi Islam sebetulnya telah memikirkan upaya negosiasi damai, tetapi sikap keras dari pemberontak dan penentangan dari kekuatan militer membuat upaya mereka tak dapat berjalan. Apalagi konstelasi politik di negara tersebut kian menghangat setelah faksi Islam yang menguasai parlemen dituduh mengkhianati nilai-nilai sekularisme dalam konstitusi.

Meredakan Ketegangan

Bagaimana upaya resolusi konflik yang dapat menghubungkan gerakan separatis dan pemerintah? Penulis memiliki beberapa pendapat mengenai hal tersebut.

Pertama, negosiasi mesti dilakukan. Pada dasarnya, konflik kepentingan dapat dihindari dengan memperlemah idealisme masing-masing pihak dan memikirkan alternatif solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk memenuhi keinginan kedua belah pihak. Oleh karena itu, perundingan mesti sesegera mungkin dilakukan dengan adanya mediasi dari sebuah lembaga internasional. Penulis berpikir PBB perlu masuk dalam tahap negosiasi ini.

Kedua, penghentian penggunaan kekuatan militer oleh kedua belah pihak dan evakuasi kelompok sipil. Sikap ini mesti didahului oleh pemerintah yang memiliki kekuatan militer. Di samping itu, pemerintah juga mesti menyerukan kepada gerakan separatis untuk tidak menggunakan warga sipil sebagai tameng. Ini penting karena warga sipil harus diutamakan keselamatannya. Jika ini dilanggar, baik pemerintah maupun kelompok separatis telah melanggar HAM.

Ketiga, dukungan internasional memang diperlukan, tetapi intervensi negara lain harus dihindari. Dalam kasus Ossetia, misalnya, keterlibatan Rusia yang mengintervensi penyelesaian militer Georgia justru membuka masalah baru. Sah-sah saja Rusia memprotes operasi militer Georgia, tetapi Rusia juga tidak boleh melanggar batas kedaulatan suatu negara. Hal ini bertentangan dengan principle of non-intervention in the domestic affair (Setiawati, 2004: 41) dan souveregin equality of nations (Budiardjo, 1972: 42).

Keempat, adanya political will dari pemerintah untuk membuka jalan baru dalam peningkatan pembangunan nasional. Di beberapa tempat, seperti Indonesia, Thailand, atau Filipina, gerakan separatis muncul Karena faktor kesejahteraan (welfare) atau keadilan (justice). Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan model kebijakan baru agar semua kepentingan dapat terakomodasi dengan baik. Pemerintah juga perlu mengevaluasi kebijakan lama dan memperhatikan kesejahteraan rakyat di semua sudut negaranya.

Kelima, perlunya penggunaan media non-perundingan atau militer sebagai alat perekat hubungan antara kelompok separatis dan pemerintah. Upaya yang kini dikenal sebagai diplomasi publik ini dapat memanfaatkan sarana-sarana sipil, seperti olahraga, hiburan, atau agama. Perlu dicatat, penggunaan sarana-sarana tersebut bukan berarti adanya politisasi terhadap sipil, tetapi lebih mengedepankan citra baik dan damai dalam penyelesaian konflik. Cara ini memerlukan pendekatan yang lebih persuasif dalam negosiasi damai yang dilakukan.

Lima cara ini patut dilakukan sebagai langkah untuk resolusi konflik. Ingat, eskalasi konflik yang rawan dan konstelasi politik yang panas dapat mengakibatkan lahirnya konflik dan separatisme. Oleh karena itu, gerakan separatis sudah seharusnya diredam dengan melepaskan ego dan idealisme masing-masing disertai alternatf penyelesaian yang tepat. Jika cara ini dapat dilakukan, perdamaian dan integrasi bukan mustahil dapat diwujudkan.

No Intervention, Save Civil Supremacy!

Minggu, 24 Agustus 2008

Washington Consensus dan Transnasionalisme: Adakah “Alternatif Baru”?

Pengantar

The Washington Consensus yang dicetuskan pertama kali oleh John Williamson (Rais, 2008; Stiglitz, 2002) telah membawa arus perubahan dalam tata ekonomi dan politik dunia. Tiga ikon utama Washington Consensus, yaitu deregulasi, liberalisasi, dan privatisasi (Stiglitz, 2002), yang disebarluaskan oleh lembaga keuangan liberalis telah membuat posisi tawar politis korporasi multinasional menguat di negara yang fundamental ekonominya lemah.

Kondisi tersebut jelas membuat kapitalisme semakin hegemonik. Perkins (2004) telah menjelaskan –berdasarkan pengalamannya— bahwa perpaduan para ekonom perusak (economic hit men), pemerintah, dan korporasi multinasional telah melahirkan sebuah kekuatan baru yang disebut sebagai “corporatocracy”. Istilah ini mengacu pada kolaborasi berbahaya yang memuluskan jalan segelintir pihak untuk menguasai tatanan ekonomi dunia.

Doktrin Margaret Thatcher, “There is No Alternative” (Kleden, 2004; Rais, 2008: 16) seakan menggelora ketika dunia dilanda krisis keuangan (1996-1997). Salah satu ikon Washington Consensus , IMF, telah memberi sebuah resep usang: Tak ada pilihan lain selain ekonomi pasar bebas. Dengan kata lain, negara berkembang “disarankan” untuk mengikuti narasi besar Washington Consensus yang memuluskan jalan korporasi asing di negaranya (Rais, 2008).

Konteks Indonesia

Sesuaikah narasi besar tersebut dalam konteks Indonesia? Stiglitz (2002) membuktikan hal yang sebaliknya. Pengalamannya dalam pembangunan ekonomi Cina justru membuktikan bahwa tanpa privatisasi, kestabilan ekonomi tetap dapat dipertahankan dan produk nasional dapat ditngkatkan. Padahal, sentralisme ekonomi Cina masih tetap dirasakan meski tak seketat dulu.

Stiglitz membandingkan kinerja ekonomi Cina (non-privatisasi) dan Rusia (pro-privatisasi) sebagai dua paradoks. Rusia cenderung membuat kebijakan fiskal yang inefisien, tetapi pencatatan kinerja ekonomi yang jutru menurun (Stiglitz, 2002). Kondisi ini juga dibenarkan oleh Rais (2008:36) yang menyebutkan bahwa pendapatan nasional Cina justru bertambah secara pesat tanpa perlu adanya privatisasi atau resep-resep IMF lain.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Kita hanya perlu mengulas satu kebijakan saja dari Washington Consensus, yaitu privatisasi. Kesalahan pemerintah paling nyata adalah memasukkan unsur swasta ke dalam pengelolaan BUMN. Kabar terbaru pada beberapa media massa menyebutkan bahwa dua perusahaan milik negara, yaitu Garuda Indonesia dan Krakatau Steel, telah siap melakukan penawaran saham perdana (IPO). Apakah pemerintah ingin menjual asset bangsa untuk menghidupi oknum pejabat yang gajinya semakin membebani APBN?

Bahkan lebih jauh lagi, transnasionalisme berkedok korporasi mutinasional telah menyebabkan pemerintah lagi-lagi melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengimplikasikan pengelolaan hasil bumi nasional oleh pemerintah. Ironi yang terjadi di Kalimantan Selatan, pengelolaan batubara oleh Adaro dan beberapa perusahaan lain justru merusak jalan negara dan merugikan pemerintah daerah karena pembagian keuntungan yang tak seimbang. Itu belum termasuk penguasaan blok Cepu oleh Exxon Mobile yang berujung pada swastanisasi minyak.

Adakah Alternatif Baru?

Gerakan transnasionalisme ekonomi telah membawa negara berkembang pada jurang keterpurukan. Krisis Moneter 1997-1998 membuktikan bahwa pembangunan ekonomi berbasis swasta (bukan rakyat) hanya memberi kesenangan semu bagi para korporat yang menguasai pasar. Wajar jika Stiglitz (2002) menyatakan bahwa the invisible hand versi Adam Smith tidak sepenuhnya benar; perlu adanya campur tangan pemerintah dalam pengelolaan pasar.

Sebagai sebuah perbandingan, kita perlu melirik keberhasilan Iran, Bolivia, atau Cina yang telah memberikan sebuah alternatif baru bagi tata ekonomi dunia. Iran dengan pengembangan nuklirnya, Bolivia dengan nasionalisasi aset-aset strategis bangsanya, dan Cina dengan keberhasilan untuk mengentaskan kemiskinan tanpa privatisasi. Bahkan ketika Daniel Ortega dari Sandinista memenangi pemilu 2006 di Nikaragua, muncul sebuah harapan bahwa Perjuangan melawan neoliberalisme masih terus berlangsung (Soyomukti, 2008).

Kita memang tak dapat mengelak dari globalisasi. Akan tetapi, jangan sampai globalisasi tersebut berubah arah menjadi sebuah gerakan transnasionalisme ekonomi yang pada gilirannya nanti akan mengubah tatanan ekonomi kita. Nasionalisme, terutama di bidang ekonomi, harus terus diperkuat agar kita tidak terseret oleh kepentingan the axis of evil ekonomi dunia: Korporasi Multinasional-Economic Hit Men-Kepentingan Pemerintah (Perkins, 2004; Rais, 2008).

Sebagai refleksi, penulis ingin mengajukan sebuah pertanyaan kontemplatif : Masih adakah nasionalisme pada orang yang telah menjual kekayaan bangsa kepada bangsa lain?


Referensi:

Kleden, Paskal. 2005. Menuju “Tengah Baru” : Labour Party Inggris dan SPD Jerman di Bawah Tekanan Neolibralisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Perkins, John. 2004. The Confession of an Economic Hit Men, Pengakuan Seorang Ekonom Perusak (pent: Herman Tirtaatmadja dan Dwi Karyani). Jakarta : Abdi Tandur.

Rais, Amien. 2008. Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! Yogyakarta : PPSK Press.

Soyomukti, Nurani. 2008. Revolusi Sandinista: Perjuangan Tanpa Akhir Melawan Neoliberalisme. Yogyakarta: Garasi.

Stigltiz, Joseph. 2002. Washington Consensus (Deregulasi, Liberalisasi, Privatisasi): Menuju Arah Jurang Kehancuran (Pent.: Darmawan Triwibowo). Jakarta: INFID, diakses melalui versi .pdf pada situs http://www.dadangsolichin.com/ .
Ini adalah tugas Ospek HI 2008.

Rabu, 13 Agustus 2008

Daftar Riwayat Hidup Pemilik Blog

Nama Lengkap : Ahmad Rizky Mardhatillah Umar

Nama Panggilan : Rizky/Umar (sama saja)

Tempat, Tanggal Lahir : Banjarmasin, 25 Juni 1990

Jenis kelamin : Laki – laki

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Nama Orang Tua
a. Ayah : Ahmad Dahlan Umar
b. Ibu : Lailani Hannah

Alamat Rumah (Banjarmasin) : Jl. H. Hasan Basri Komplek Kejaksaan RT.18 No.19 Kelurahan Pangeran, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.

Alamat Rumah (Sleman) : Jl. Gempol Raya RT. 11 No. 5 Dusun Gempol, Desa Condong Catur Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Telepon : 0511-3302646
HP : 0819-5485931

Alamat Kampus : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Jl. Sosio-Yustisia No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta.


A. PENDIDIKAN

1. FORMAL
1) 1994-1996 TK Aisyiah Busthanul Atfal 24 Banjarmasin
2) 1996-2002 SD Muhammadiyah 8 Banjarmasin
3) 2002-2005 SMPN 2 Banjarmasin
4) 2005-2008 SMAN 1 Banjarmasin
5) 2008- Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

2. INFORMAL
1) Kursus Bahasa Inggris American Language Training, Banjarmasin ,1999-2003
LBPP- LIA, Banjarmasin, 2004-2007
2) Lembaga Bimbingan Belajar Primagama, 2003-2004
Ganesha Operation, 2004-2008
3) Pendidikan Al-Qur’an TPA Unit 021 Al-Fitrah 1995-1999
TPA Unit 047 Hunafaa 1999-2000

B. ORGANISASI

1. Ketua Umum Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMPN 2 Banjarmasin Periode 2003-2004
2. Ketua Umum Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMAN 1 Banjarmasin Periode 2006-2007
3. Pendiri dan Ketua Umum MoslemTeen.Community (Badan Semi Otonom Iqro’ Club Banjarmasin), 2008
4. Wakil Ketua II Angkatan Muda Mesjid Al-Jihad 2008-2010
5. Relawan LSM Lembaga Peduli Anak Bangsa (LSM Perlindungan Anak), 2006-2008
6. Anggota Kelompok Studi Islam (KSI) IQRA’ SMAN 1 Banjarmasin, 2005-2008
7. Anggota Perguruan Seni Pernafasan Satria Wiradaya (SW) SMAN 1 Banjarmasin, 2005-2008
8. Anggota Pramuka SMP Negeri 2 Banjarmasin, 2003-2005
9. Anggota Perguruan Silat Batu Habang Hidayatullah Cabang SMPN 2 Banjarmasin, 2003-2005
10. Anggota Tim Nasyid SMA Negeri 1 Banjarmasin, 2005-2006
11. Jurnalis Buletin Al-Hidayah KSI Iqra’ SMAN 1 Banjarmasin, 2005-2006

C. AKTIVITAS DAN PENGALAMAN

1. Aktif menulis artikel, esai, dan puisi mengenai berbagai permasalahan sosial di harian Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin, Mata Banua dan Kalimantan Post sejak tahun 2006.
2. Mewakili Kalimantan Selatan dalam Kongres Anak Indonesia IV di Yogyakarta, 17-21 Februari 2004.
3. Mewakili Kalimantan Selatan dalam Forum Hari Anak Nasional, 20-23 Juli 2004 di Jakarta.
4. Mewakili Kalimantan Selatan dalam Olimpiade Ilmu Sosial tingkat Nasional 2007 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, 11-17 Februari 2007..
5. Mewakili Kalimantan Selatan dalam kegiatan Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) VI yang diselenggarakan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) di Jepara, Jawa Tengah, 25 Juni -1 Juli 2007.
6. Mewakili SD Muhammadiyah 8 Banjarmasin dalam berbagai kompetisi antar-sekolah (1996-2002).
7. Mewakili SMPN 2 Banjarmasin dalam berbagai kompetisi antar-sekolah, Seminar, Workshop, Lokakarya, dan Training (2002-2005).
8. Mewakili SMAN 1 Banjarmasin dalam berbagai lomba kompetisi antar-sekolah, Seminar, Workshop, Lokakarya , dan Training (2005- ).
9. Mewakili Kecamatan Banjarmasin Timur dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Bidang Syarhil Qur’an Tingkat Kota Banjarmasin, Desember 2006.
10. Peserta Kuis Siapa Berani Indosiar dalam rangka Hari Anak Nasional 2004 di Tangerang, 19 Juli 2004 (Rangkaian Kegiatan Forum Hari Anak Nasional 2004).
11. Peserta Sosialisasi UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Kalimantan Selatan tahun 2004.
12. Peserta Kegiatan “Ramadhan Bersama Angkatan Muda Mesjid Al-Jihad” Tahun 2005.
13. Peserta Sekolah Jurnalistik Radar Banjarmasin (Radar School 04) 13-14 April 2006.
14. Peserta Training Orientasi Partai (TOP-1) Partai Keadilan Sejahtera, 25 Juni 2006.
15. Peserta Launching Iqro’ Club Banjarmasin, 23 Juli 2006.

D. KARYA TULIS

1. BUKU

1) Kritiklah dengan Tulisanmu! dalam Abbas, Ersis W. (Ed). Menulis Mudah dari Babu sampai Pak Dosen. (Proses Penerbitan).

2. ARTIKEL, PUISI, DAN SURAT PEMBACA DI MEDIA MASSA

Artikel dan Surat Pembaca yang dimuat di Banjarmasin Post :
1) Peradilan Anak di Indonesia. Dimuat pada tanggal 4 April 2006. (HOT LINE)
2) Pelajar dan Reformasi. Dimuat pada tanggal 18 November 2006.(HOT LINE )
3) Stop Kekerasan Pada Anak : Jangan Berkilah Mengajari Disiplin. Dimuat pada tanggal 19 Desember 2006. (HOT LINE)
4) Membangun Moral Generasi Muda: Tanamkan Tauhid Kepada Mereka. Dimuat pada tanggal 10 Januari 2007. (HOT LINE)
5) Revitalisasi Gerakan Pelajar. Artikel dimuat pada tanggal 15 Januari 2007.
6) Berjuang Demi Anak: Mempersoalkan Peradilan Anak. Dimuat pada tanggal 27 Januari 2007. (HOT LINE)
7) Ada Apa Dengan Kabut Asap? Artikel dimuat pada tanggal 3 Februari 2007.
8) Saran Untuk KPAID Kalsel: Buka Hotline Pengaduan Masyarakat Dong. Dimuat pada tanggal 12 Mei 2007. (HOT LINE)
9) Nasib Reformasi di Tangan Pelajar. Artikel dimuat pada tanggal 12 Mei 2007.
10) Harga Sebuah Amarah (Refleksi Jumat Kelabu 23 Mei 1997). Artikel dimuat pada tanggal 23 Mei 2007.
11) Pelajar Antara Realitas dan Idealitas. Artikel dimuat pada tanggal 23 Juni 2007.
12) Menakar Partisipasi Anak Banua. Artikel dimuat pada tanggal 23 Juli 2007.
13) Mencari Pelajar Reformis. Artikel dimuat pada tanggal 7 Agustus 2007.
14) Pemimpin Kita dan Peran Kepahlawanannya. Artikel dimuat pada tanggal 10 November 2007.
15) Mengenang Peristiwa Malari. Artikel dimuat pada tanggal 16 Januari 2008.
16) Memaafkan Pak Harto. Artikel dimuat pada tanggal 28 Januari 2008.
17) Supersemar dan Sisi Lain Sejarah. Artikel dimuat pada tanggal 11 Maret 2008.
18) Mencermati Hasil Pilkada Jawa Barat 2008: Munculnya Kekuatan Politik Baru. Artikel dimuat pada tanggal 22 April 2008.
19) Perjuangan Masih Panjang. Dimuat pada tanggal 16 Juni 2008 (KATA MEREKA).
20) Mari Benahi Tauhid Kita. Artikel dimuat pada tanggal 20 Juni 2008.

Artikel, Puisi, dan Surat Pembaca yang dimuat di Radar Banjarmasin
1) Mempersoalkan (Kembali) Transparansi Sekolah. Artikel dimuat pada tanggal 11 Oktober 2006.
2) Anak: Anugerah, Amanah, ataukah Fitnah? Artikel dimuat pada tanggal 18 Oktober 2006.
3) Dilema Hak Anak. Artikel dimuat pada tanggal 27 Januari 2007.
4) Urgensi Pendidikan Antikorupsi. Artikel dimuat pada tanggal 1 Februari 2007.
5) Stop Kekerasan Pada Anak. Artikel dimuat pada tanggal 9 Februari 2007.
6) Gerakan Tajdid Membangun Peradaban. Artikel dimuat pada tanggal 17 Februari 2007.
7) Idealisme Pelajar di Persimpangan Jalan. Dimuat pada tanggal 1 April 2007. (FORUM ANDA)
8) Dukung Resolusi Nuklir Iran. Dimuat pada tanggal 16 April 2007. (FORUM ANDA)
9) Setuju Dr Ryaas Rasyid. Dimuat pada tanggal 16 April 2007. (FORUM ANDA)
10) Jumat Kelabu yang Mencekam. Dimuat pada tanggal 27 Mei 2007. (FORUM ANDA)
11) Kidung Reformasi. Puisi dimuat pada rubrik Cakrawala kolom Ruang Puisi Siswa pada tanggal 10 Juni 2007. (PUISI)
12) Penghentian Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Artikel dimuat pada tanggal 30 Juni 2007.
13) Bagaimana Masa Depan Banjarmasin? Artikel dimuat pada tanggal 2 Agustus 2007.
14) Kidung Reformasi (2). Puisi dimuat pada rubrik Cakrawala kolom Ruang Puisi Siswa pada tanggal 5 Agustus 2007. (PUISI)
15) Pelajar Melawan dengan Tulisan. Artikel dimuat pada tanggal 29 September 2007.
16) Pria dan Wanita, Setarakah? Artikel dimuat pada tanggal 18 Oktober 2007.
17) Dakwah Pelajar Menjawab Tantangan. Artikel dimuat pada tanggal 19 Oktober 2007.
18) Bangsa Ini Perlu Pahlawan (Apresiasi atas Artikel Akbar Khomeini, 29 & 30 Oktober 2007). Artikel dimuat pada tanggal 10 November 2007.
19) Menggugat Keterbukaan Sekolah. Artikel dimuat secara bersambung pada tanggal 24 & 26 November 2007.
20) Kritik Intelektual. Artikel dimuat pada tanggal 5 Desember 2007.
21) Transparansi APBS. Artikel dimuat pada tanggal 24 Desember 2007.
22) Pelajar Harus Bangkit! Artikel dimuat pada tanggal 29 Desember 2007.
23) Reformasi Kita. Artikel dimuat pada tanggal 9 Januari 2008.
24) Menyikapi Pekerja Anak. Artikel dimuat pada tanggal 11 Januari 2008.
25) Sekularisme atau Islam? Artikel dimuat secara bersambung pada tanggal 14 & 15 Januari 2008.
26) Menyoroti Remaja Muslim. Artikel dimuat secara bersambung pada tanggal 25 & 26 Januari 2008.
27) Menggagas Pendidikan Demokratis. Artikel dimuat pada tanggal 30 Januari 2008.
28) Pelajar, Kritik, dan Intelektualisme. Artikel dimuat pada tanggal 2 Februari 2008.
29) Usaha Kecil, BMT, dan Ekonomi Kerakyatan. Artikel dimuat pada tanggal 8 Februari 2008.
30) Memotret Interaksi Nelayan dan Tengkulak. Artikel dimuat pada tanggal 9 Februari 2008.
31) Membaca Peluang Cabup-Cawabup HSS. Artikel dimuat pada tanggal 24 Februari 2008.
32) Kami Bersamamu, Kossovo! Artikel dimuat secara bersambung pada tanggal 28 Februari dan 1 Maret 2008.
33) Pendidikan yang Terkorupsi. Artikel dimuat secara bersambung pada tanggal 8 dan 10 Maret 2008.
34) Distorsi Makna. Dimuat di Radar Banjarmasin, 12 Maret 2008. (KOMENTAR OPINI)
35) (Tanpa Judul). Dimuat di Radar Banjarmasin, 14 Maret 2008. (KOMENTAR OPINI)
36) Pelajar dan Pengkhianatan Intelektual. Artikel dimuat di Radar Banjarmasin, 15 Maret 2008.
37) Ayat-Ayat Cinta Dua Versi? (Catatan Kritis atas Film Ayat-Ayat Cinta). Artikel dimuat di Radar Banjarmasin, 18 Maret 2008.
38) Perlu Legitimasi Rakyat. Dimuat di Radar Banjarmasin, 18 Maret 2008. (KOMENTAR OPINI)
39) Menanti Gubernur Baru Bank Indonesia. Artikel dimuat pada tanggal 8 April 2008.
40) Sekolah Unggul, Bukan “Unggulan”. Artikel dimuat pada tanggal 10 Mei 2008.
41) Krisis Harga BBM, Siapa Salah? Artikel dimuat pada tanggal 15 Mei 2008.
42) Demokrasi Kita Masih Primitif. Artikel dimuat pada tanggal 20 Mei 2008.
43) Reformasi Belum Usai, Bung! Artikel dimuat pada tanggal 23 Mei 2008.
44) Kebangkitan Pelajar, Kapan? Artikel dimuat pada tanggal 27 Mei 2008.
45) Era Baru Bank Indonesia. Artikel dimuat pada tanggal 14 Juni 2008.
46) Kesalahan Logika BLT. Artikel dimuat pada tanggal 20 Juni 2008.
47) Buruh dan Subordinasi Pasar Bebas. Artikel dimuat pada tanggal 25 Juni 2008.
48) Mengulas PSB Mandiri: Apa yang Harus Diselesaikan? Artikel dimuat pada tanggal 1 Juli 2008.
49) BBM dan Petaka Globalisasi. Artikel dimuat secara bersambung pada tanggal 3 dan 4 Juli 2008.
50) Antara Kritik dan Kepenulisan; Mari Menulis. Artikel dimuat pada tanggal 8 Juli 2008.
51) Jadilah Pelajar Berkarakter Intelektual. Artikel dimuat pada tanggal 12 Juli 2008.
52) Transparansi dan Hak Siswa. Artikel dimuat pada tanggal 18 Juli 2008.
53) Santri, Pilkada, dan Pendewasaan Politik. Artikel dimuat pada tanggal 2 Agustus 2008.
54) Sekolah, Pungutan, dan Transparansi. Artikel dimuat pada tanggal 5 Agustus 2008.

Artikel yang dimuat di Kalimantan Post :
1) Bangkitlah Gerakan Pelajar! Artikel dimuat pada tanggal 15 November 2006.
2) Hak Anak yang Terlupakan. Artikel dimuat pada tanggal 22 November 2006.
3) Quo-Vadis Perlindungan Anak di Indonesia. Artikel dimuat pada tanggal 30 November 2006.
4) Perilaku Menyimpang di Masyarakat. Artikel dimuat pada tanggal 16 Desember 2006.
5) Pelajar dan Idealisme. Artikel dimuat pada tanggal 12 April 2007.
6) Menimbang Wacana Kesetaraan Gender. Artikel dimuat pada tanggal 18 April 2007.
7) Hentikan Kekerasan Terhadap Anak! Artikel dimuat pada tanggal 30 Juli 2007.
8) Menarik Akar Kekerasan pada Anak. Artikel dimuat pada tanggal 8 November 2007.

Artikel yang dimuat di Mata Banua :
1) Revitalisasi Gerakan Pelajar. Artikel dimuat pada tanggal 30 Desember 2006.
2) Membangun Pemikiran Kritis Pelajar. Artikel dimuat pada tanggal 30 April 2007.

Artikel yang dimuat di Media Elektronik (Internet) :
1) Penghentian Tindak Kekerasan Terhadap Anak. Artikel dimuat dalam weblog http://www.ploongyo-plong.blogspot.com/ pada tanggal 20 November 2007. Artikel dapat diakses pada site http://ploongyo-ploong.blogspot.com/2007/11/perkembangan-anak.html.
2) Mari Benahi Tauhid Kita. Artikel dimuat dalam weblog http://www.bachtiar.multiply.com/
3) Kritik Pertama : Di Bawah Tekanan dan Panggilan. Artikel dimuat di portal Menulis Mudah, http://www.menulismudah.com/ pada tanggal 2 Januari 2008. Artikel dapat diakses pada site http://menulismudah.com/2008/01/03/kritik-pertama-di-bawah-panggilan-dan-tekanan/.
3) Nasib Reformasi di Tangan Pelajar. Artikel dimuat dalam milis yahoogroups pada site http://www.mail-archive.com/proletar@yahoogroups.com/msg32241.html.
4) Nasib Reformasi di Tangan Pelajar. Artikel dimuat dalam milis yahoogroups pada site http://www.mail-archive.com/cikeas@yahoogroups.com/msg01322.html.
5) Krtiklah dengan Tulisanmu! Artikel dimuat pada http://www.webersis.com/ pada tanggal 13 Januari 2007 (Pengumuman Nominasi Lomba Pengalaman Menulis). Artikel dapat diakses pada site http://webersis.com/2008/01/13/kritiklah-dengan-tulisanmu/.
6) Ekonomi Rakyat, Maju dan Bangkitlah! Artikel dimuat pada portal Menulis Mudah, http://www.menulismudah.com/
7) Mampukah PKS Menjadi Kekuatan Politik Nasional? Artikel dimuat pada Portal Kader Partai Keadilan Sejahtera (http://www.kaderpks.net/)

3. KARYA TULIS ILMIAH

1) Peran Birokrasi dalam Rekonstruksi Sosial Pasca Bencana Kabut Asap. Karya Tulis dibuat bersama Ikhsan Dwitama dan Lukman Purnomo Sidi untuk mengikuti seleksi Olimpiade Ilmu Sosial Tingkat Nasional 2007 di FISIP Universitas Indonesia (Mendapat Penghargaan sebagai Peserta Terbaik).
2) Kekerasan Terhadap Anak Ditinjau dari Perspektif Sosial. Karya Tulis dibuat sebagai kontribusi dalam salah satu program Sekolah Nasional Bertaraf Internasional SMAN 1 Banjarmasin Tahun 2006/2007.
3) Pengaruh Keberadaan Tengkulak Terhadap Kesejahteraan Nelayan Di Desa Ujung Batu (Studi Kasus di Kelurahan Ujung Batu, Kabupaten Jepara). Karya Tulis dibuat bersama rekan-rekan peserta Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional (PIRN) VI tahun 2007 di Jepara, Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) , 25 Juni – 1 Juli 2007 (Mendapat Terbaik II Bidang IPSK).
4) Pemanasan Global dan Kaitannya dengan Politik Lingkungan Global Pasca-Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim Tahun 2007. Karya Tulis dibuat bersama Nurmayati dan Ridwan Taufik Kurniawan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Geografi yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (FKIP Unlam) pada tanggal 22 Februari 2008 (Meraih Juara II).

4. ESAI

1) Wacana Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan : Perspektif dan Paradigma. Esai dibuat untuk mengikuti “Lomba Menulis Nasional untuk Remaja tahun 2007” memperebutkan Penghargaan Penulis Muda Indonesia 2007 yang diselenggarakan oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) bekerjasama dengan UNICEF (Mendapat apresiasi berupa sertifikat keikutsertaan)..
2) Listrik dan Pelajar. Esai dibuat untuk mengikuti “Lomba Karya Tulis Ketenagalistrikan” yang diselenggarakan oleh PLN Wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah (Meraih Juara III).
3) Al-Qur’an dan Wacana Tajdid: Sebuah Alternatif Solusi Menghadapi Era Globalisasi. Esai dibuat untuk mengikuti Lomba Penulisan Artikel pada Pekan Ramadhan 1428 H yang diselenggarakan oleh Kelompok Kajian Islam (KKI) FISIP Universitas Lambung Mangkurat (Meraih Juara I).
4) Say Yes to Independent Candidates (A Political Review of Democracy in Indonesia). Argumentative Essay. Esai dibuat untuk memenuhi tugas akhir General English di LBPP-LIA Banjarmasin, 2007.
5) Kebangkitan PKS, Kebangkitan Politik Umat? (Membaca Kiprah PKS dalam Pentas Politik Lokal)”. Esai dibuat untuk mengikuti Lomba Penulisan Artikel tentang PKS yang diselenggarakan oleh DPW PKS Kalimantan Selatan dalam rangkaian kegiatan Milad PKS Ke-10 (Meraih Juara I).

5. KARYA TULIS LAIN

1) Meretas Jalan Menuju Kebangkitan. Esai dibuat untuk mengikuti seleksi “Lomba Penulisan Surat dan Esai Nasional II tahun 2007” yang diselenggarakan oleh Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah bekerjasama dengan Lion Air
2) Pengaruh Kerusuhan 23 Mei 1997 Terhadap Perkembangan Kota Banjarmasin (Studi Historis Kerusuhan Jumat Kelabu 23 Mei 1997). Karya Tulis dibuat bersama Hendra Setya dan Rizky Maulana Octa Isabella Tombokan untuk mengikuti seleksi Lomba Karya Ilimiah remaja (LKIR) XXXIX tahun 2007 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
3) Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Pengembangan Usaha Kecil Berdasarkan Platform Ekonomi Kerakyatan (Studi atas Baitul Tamwil di Banjarmasin). Karya Tulis dibuat bersama Muhammad Shalehuddin Arif dan Muhammad Hafiz Hamidi untuk mengikuti seleksi Lomba Karya Tulis Ekonomi pada Kompetisi Ekonomi 10 Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (SM FEUI)
4) Revitalisasi Peranan Pelajar Muslim di Era Reformasi. Karya Tulis dibuat untuk mengikuti seleksi Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional 2007 yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
5) Analisis Upaya Penghentian Tindak Kekerasan Terhadap Anak di Kalimantan Selatan dalam sudut pandang Sosiologi. Karya Tulis dibuat bersama Muhammad Taufiqurrahman untuk mengikuti seleksi Lomba Penelitian Ilmiah Remaja (LPIR) 2007 yang diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Banjarmasin, 16 Agustus 2008

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar

Rindu Damai di Tanah Kaukasus


Pengantar

Perang kembali melanda daratan kaukasus. Belum selesai konflik Chechnya yang memakan banyak korban dari warga sipil, dunia kembali dikejutkan dengan agresi Rusia ke wilayah Ossetia Selatan yang masuk dalam territorial Georgia. Kedua kubu seakan saling pamer kekuatan militer, padahal dulu mereka adalah satu kesatuan di bawah Serikat Uni Sovyet.

Konflik Berkepanjangan

Tak ayal, agresi yang memakan banyak kerugian ini memicu protes dari dunia internasional. Apalagi peperangan ini berlangsung ketika dunia tengah disemarakkan oleh penyelenggaraan olimpiade yang merupakan alat perekat perdamaian dunia dalam bentuk kompetisi olahraga.

Peperangan di Ossetia Selatan ini sebenarnya merupakan buah dari ketegangan berkepanjangan di kawasan tersebut. Konflik diawali dengan munculnya gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dengan Georgia di kawasan tersebut. Rusia secara diam-diam mendukung gerakan tersebut dengan dalih “melindungi warga negara Rusia yang berada di wilayah tersebut” (CNN, 9/8).

Situasi menegang pada awal Agustus 2008, ketika sebuah operasi militer Georgia pada tanggal 7 Agustus 2008 ke wilayah tersebut berhasil merebut Tskhinvali, ibukota Osetia Selatan (BBC, 9/8). Rusia merespons serangan ini dengan mengirimkan pasukan ke wilayah tersebut dengan alasan melindungi warga sipil Rusia. Kantor Berita Antara menyebutkan sekurangnya 100 tentara Georgia tewas dalam kontak senjata tersebut (Antara, 11/8).

Perlukah Perang?

Penulis menganalisis setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya peperangan ini.

Pertama, adanya intervensi Rusia dalam konflik internal Georgia-Osetia Selatan. Hal ini dibuktikan dengan dikirimnya tentara Rusia masuk ke territorial Georgia. Hal ini salah secara hukum internasional karena mengganggu kedaulatan negara lain dan bertentangan dengan prinsip Souvereign Equility of Nations yang mengimplikasikan adanya kedaulatan teritorial atas semua negara (Budiardjo, 1972). Hal ini juga akan menciptakan konflik baru yang mengakibatkan kerugian yang lebih luas.

Selain itu, penggunaan operasi militer dengan dalih perlindungan warga juga tidak tepat. Jika Rusia ingin melindungi warganya, bukankah langkah yang lebih tepat adalah dengan pendataan administratif atau penekanan diplomatik atas Georgia? Jika Georgia memang terbukti membunuhi warga sipil, Rusia dapat melaporkan Georgia ke PBB. Ini lebih baik daripada pengerahan kekuatan militer secdara membabi-buta.

Kedua, sikap represif Georgia atas gerakan separatis. Persoalan gerakan separatis memang merupakan sebuah ancaman bagi kedaulatan suatu negara., tetapi penyelesaiannya bukan dilakukan dengan operasi militer. Penggunaan kekuatan militer di basis gerakan separatis jelas akan menjadi polemik ketika kelompok separatis menggunakan warga sipil sebagai tameng. Ini akan menghambat proses penyelesaian.

Kita mungkin masih ingat dengan tragedi Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada era 1980-an untuk membasmi Gerakan Aceh Merdeka hingga mengakibatkan banyak warga sipil menjadi korban. Sekali lagi, Georgia seharusnya lebih menggunakan pendekatan diplomatik dan persuasif untuk mendinginkan gerakan separatis.

Prospek Resolusi Konflik

Bagaimana meredakan ketegangan yang terlanjur masuk ke level perang ini? Mari kembali kita analisis.

Dalam konteks Rusia-Georgia, syarat awal yang patut dilakukan adalah dengan gencatan senjata dan penarikan pasukan dari medan peperangan. Gencatan senjata ini paling tidak berlangsung hingga proses perundingan sesi dapat benar-benar dilaksanakan. Di sini, penulis melihat perlunya keterlibatan PBB sebagai organisasi internasional terbesar di dunia sebagai penengah dalam proses perundingan

Akan tetapi, keterlibatan PBB secara dalam perundingan (hard diplomacy) tidaklah cukup. Penulis melihat perlunya penggunaan media soft diplomacy berupa pemanfaatan olimpiade Beijing 2008 sebagai sarana untuk merekatkan hubungan yang retak antara Rusia dan Georgia. Atlet-atlet yang mewakili kedua negara, meminjam istilah Ban Ki Moon, harus membawa misi damai dalam kompetisi olahraga tersebut.

Upaya lain yang patut dilakukan adalah dengan penempatan pasukan perdamaian di wilayah ossetia selatan. Jika kita melihat pada peta pada Koran Tempo (9/8), terlihat bahwa zona penyangga (buffer area) yang ditentukan oleh PBB terletak di sebelah Barat Georgia, dekat perbatasan Abkhazia.

Seharusnya, dengan melihat peperangan yang terjadi, pasukan perdamaian PBB juga ditempatkan di osetia selatan dengan basis daerah sekitar Gori dan Tskhinvali. Apalagi Rusia, seperti dikabarkan oleh Antara (9/8), telah menghujani kota Gori dan daerah sekitar Kareli dengan serangkaian serangan udara.

Selain itu, penulis juga berpendapat sebaiknya NATO tidak terburu-buru turut campur dalam konflik ini. Sebagaimana diketahui, Georgia dan Ukraina—negara bekas Uni Sovyet lain—juga berpolemik dengan Rusia mengenai gagasan mereka untuk masuk ke NATO. Sebaiknya, NATO memberi porsi kepada Uni Eropa untuk membicarakan hal ini dalam sebuah konferensi setingkat menteri agar peperangan dapat berakhir.

Pintu Damai Masih Terbuka!

Adanya peperangan antara Georgia dan Rusia telah membuka mata dunia bahwa kaukasus masih belum sepenuhnya steril dari konflik. Untuk itu, prospek perdamaian yang ada di depan mata harus terus dikembangkan menuju tata dunia yang damai dan berkeadilan.

Penulis hanya berharap, resolusi konflik dalam peperangan ini dapat membawa hasil yang berarti. Salam Damai dari Banjarmasin!

*) Mr. Ban-Ki-Moon, pikirkanlah untuk mengalihkan pandangan anda sejenak dari Nuklir Iran yang sebenarnya untuk kepentingan damai ke peperangan ini. Pikirkan, berapa banyak warga sipil yang harus dikorbankan demi kepentingan minyak di Asia Tengah ini? Pikirkan, berapa kerugian yang harus diderita oleh kedua negara dengan peperangan ini? Save Civil Supremacy!




Aktivis Sekolah, Buktikan Sikapmu!


Oleh : Ahmad Rizky Mardhatillah Umar *)
Pengantar

OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) dan MPK (Majelis Perwakilan Kelas) merupakan dua organisasi siswa yang memiliki otoritas tertinggi di sekolah. OSIS menjalankan fungsi eksekutif dan MPK menjalankan fungsi legislatif. Dua organisasi ini merupakan wadah penyaluran minat siswa dalam berorganisasi, di samping sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi siswa.

Terkadang permasalahan yang muncul di sekolah adalah anggapan sebagian pihak (termasuk segelintir oknum guru) bahwa OSIS dan MPK cenderung “mengganggu” pelajaran. Ini jelas keliru. Keberadaan OSIS dan MPK justru ditujukan untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar dan aplikasi langsung teori-teori sosial yang diajarkan di sekolah.

Selain itu, OSIS dan MPK juga terbukti melahirkan tokoh-tokoh bangsa. Tercatat beberapa figur seperti Yusril Ihza Mahendra, Priyo Budhisantoso, Gumilar Rusliwa Soemantri, atau Anas Urbaningrum pernah menjadi Ketua OSIS di sekolah mereka masing-masing. Mereka tercatat sebagai ketua fraksi terbesar di DPR-RI, guru besar hukum tata negara, anggota KPU, bahkan sebagai seorang Rektor di salah satu universitas terbesar di Indonesia.

Seharusnya, pengurus OSIS dan MPK dapat menghindarkan stigma merugikan tersebut dengan membuktikan diri sebagai seorang aktivis yang cerdas secara akademik dan mampu membagi waktu antara belajar dan berorganisasi. Sehingga, terbentuklah karakter yang penulis sebut sebagai karakter intelektual, perpaduan antara karakter kritis yang didapat dari organisasi dengan kepandaian yang didapat dari proses belajar-mengajar.

Menegaskan Peran Siswa

Penulis memiliki beberapa pendapat mengenai beberapa maslaah OSIS dan MPK di sekolah, yang selama ini penulis rasakan kurang berjalan di masing-masing sekolah.

Pertama, kewenangan dan tugas antara OSIS dan MPK harus dipisahkan. Pemisahan tugas ini berarti dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan, tugas OSIS dan MPK harus berbeda. OSIS, OSIS menjalankan tugasnya dalam pelaksanaan berbagai program kerja dengan pengawasan penuh dari MPK yang memiliki wewenang legislasi dan pengawasan kinerja OSIS.

Dalam kepanitiaan, MPK tidak boleh mencampuri wewenang OSIS; tugas mereka mengawasi, memberikan penelaahan, membuat catatan kritis dan masukan-masukan kepada OSIS, serta mengevaluasi pertanggungjawaban OSIS di akhir kegiatan. Ini penting agar OSIS tidak melakukan kegiatan seenaknya tanpa pertimbangan-pertimbangan rasional.

Pemisahan tugas OSIS dan MPK ini tidak lantas membuat keretakan hubungan OSIS dan MPK. Hubungan baik tetap dijalin tetapi tetap mengacu pada mekanisme yang berlaku. Ketika OSIS mendapat telaahan yang kurang baik dari MPK, OSIS seharusnya mengkaji kembali kinerja mereka dan memperbaiki hasil-hasil yang kurang berkenan tadi.

Di sisi lain, MPK juga harus memiliki term of reference dalam mengevaluasi kinerja OSIS dan memberlakukan standard operasional ketika melakukan pengawasan. Maksudnya, MPK tidak mengevaluasi kinerja OSIS secara sembarangan. MPK harus menetapkan standard-standard kualitas bagi kinerja OSIS, agar hasil kerja OSIS dapat terukur secara objektif dan mekanis.

Kedua, OSIS/MPK harus menjalankan fungsinya sebagai representasi siswa dan menjadi media penghubung antara siswa dengan pihak otoritas sekolah. Aspirasi siswa harus benar-benar terserap oleh OSIS/MPK dan dikomunikasikan secara baik dengan pihak sekolah. Ketika siswa tidak setuju dengan kebijakan sekolah, sudah menjadi tugas OSIS/MPK untuk menyampaikan ketidaksetujuan tersebut kepada sekolah dengan cara-cara yang baik dan santun, melambangkan identitas siswa yang terpelajar.

Oleh karena itu, OSIS dan MPK tidak boleh menjadi “juru bicara” atau “oposisi” sekolah; Mereka harus tetap kritis terhadap kebijakan-kebijakan sekolah dan menjadi representasi siswa. Akan tetapi, OSIS dan MPK juga berkewajiban menjalin baik dengan sekolah dan menyalurkan informasi dari sekolah ke siswa. Hal ini untuk menjaga agar siswa tidak berjalan terlalu “liar”, tetapi masih dapat menjaga sikap kritisnya

Sikap kritis OSIS/MPK tersebut harus dibangun atas dasar rasionalitas dan disandarkan pada pola pikir ilmiah; menyampaikan sesuatu disertai dasar pemikiran yang jelas dan fakta yang valid. Oleh karena itu, polling pendapat dari siswa sangat baik dilakukan. OSIS/MPK, dengan peran masing-masing, harus dapat menjadi media komunikasi yang efektif dan menjadi sarana mengeluarkan idealisme dari siswa.

Ketiga, kegiatan OSIS dan MPK (dalam hal ini OSIS) seharusnya tidak hanya bersifat hura-hura, tetapi juga edukatif. Kreativitas memang perlu dikembangkan, tetapi jangan lupa, tugas siswa pada dasarnya adalah belajar. Organisasi merupakan wadah untuk mendukung pelajaran, bukan sarana “pelarian” dari rutinitas akademik di sekolah.

Tidak ada salahnya melakukan kegiatan seperti festival band atau sejenisnya. Namun, kegiatan tersebut harus diimbangi dengan kegiatan yang bersifat edukatif, semisal diskusi siswa atau bakti sosial. Kegiatan tersebut selain menunjang kegiatan akademik, juga memiliki kontribusi positif bagi masyarakat. Sehingga, kreativitas siswa tidak hanya bersifat hedonistis, tetapi juga edukatif dan positif.

Keempat, OSIS dan MPK penulis harapkan menjadi wadah bagi pendidikan demokrasi bagi pelajar. Di OSIS dan MPK, seorang siswa akan belajar untuk menghargai pendapat orang lain yang berbeda. Mekanisme pemilihan OSIS dan MPK juga dapat menjadi sebuah ajang demokrasi bagi siswa. Oleh karena itulah, pengurus OSIS dan MPK yang terpilih harus menghormati prinsip-prinsip pluralisme dalam berorganisasi.

Implikasi dari hal tersebut adalah adanya dukungan dari guru. Seorang wakasek kesiswaan tidak dapat mencampuri hal-hal teknis dari OSIS/MPK, tetapi harus memberi pembinaan terhadap kegiatan dengan arahan-arahan positif dan kedekatan dengan OSIS/MPK. Wakasek kesiswaan tidak boleh “mematikan” daya kritis dan kreativitas siswa, tetapi harus menjaga agar OSIS dan MPK tidak berjalan terlalu liar. Kebijaksanaan dari seorang wakasek diperlukan dalam hal ini.

Apa Lagi Selanjutnya?

Empat saran tersebut penulis tawarkan kepada para pengurus OSIS dan MPK agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan. Sebagai seorang alumnus OSIS dan MPK, penulis mengajak segenap aktivis sekolah untuk membangun negeri ini dengan kekuatan yang dimiliki.

Kita semua harus sadar, kontribusi dan pemikiran para pelajar sebagai agen penyelamat peradaban sangat diharapkan dalam membangun masa depan. Bukankah pemimpin masa depan adalah anda, para pelajar masa kini?

*) Penulis adalah Ketua OSIS SMPN 2 Banjarmasin Periode 2003/2004,
Sekarang Tinggal di Desa Condong Catur, Sleman, DIY.

Kamis, 07 Agustus 2008

Aliran Dana BI: Ihwal Hukum atau Politik?

Pengantar

Kasus suap aliran dana Bank Indonesia yang diterima oleh para politisi Senayan telah memasuki babak baru. Kesaksian Hamka Yandhu yang menyatakan bahwa 52 anggota Komisi IX DPR-RI periode 1999-2004 menerima aliran dana tersebut kemudian menjadi kontroversi karena dua anggota Komisi IX yang menerima aliran dana tersebut adalah anggota Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Paskah Suzetta (Meneg PPN/Kepala Bappenas) dan MS Kaban (Menteri Kehutanan).

Kasus ini menarik karena menyangkut kontrak politik di antara para menteri dengan presiden. Kontrak politik yang ditandatangani sebelum pelantika tersebut pada intinya menyatakan bahwa menteri bersedia dicopot jika terlibat sebuah kasus hukum. Kontroversi terjadi karena status hukum Paskah Suzetta dan MS Kaban masih menggantung dan keduanya masih belum diperiksa oleh penyidik kejaksaan atau KPK.

Memang dalam kasus ini belum ada bukti baru yang mendukung kesaksian Hamka Yandhu tersebut. Akan tetapi, posisi presiden menjadi dilematis karena banyak tekanan publik –termasuk dari Adnan Buyung Nasution—yang menuntut presiden agar mengganti Kaban dan Paskah. Kedua menteri pun menunggu keputusan : Reshuffle atau Bertahan?

Implikasi Politik: Peran Mafia Senayan?

Penulis mencatat setidaknya akan ada empat akibat yang berpotensi menghasilkan masalah baru bagi pemerintah terkait kesaksian Hamka Yandhu di pengadilan tersebut.

Pertama, terlibatnya dua menteri ini akan menjadi sebuah batu ujian bagi komitmen Presiden SBY dalam penegakan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi. Laode Ida dalam artikelnya di Kompas (2/8) menyatakan bahwa keterlibatan “orang dalam SBY” adalah sebuah tantangan bagi upaya pemberantasan korupsi. Presiden SBY dituntut untuk tegas menyikapi sebuah kasus korupsi, kendati pelakunya adalah “orang dalam” sendiri.

Jika Presiden SBY memang konsekuen, sikap presiden adalah menyerahkan penyelesaian kepada proses hukum tanpa intervensi istana dan menggunakan hak prerogatif presiden secara bertanggungjawab. Sikap ini dapat menjadi pembuktian bahwa pemerintah tidak bertindak “tebang pilih” dalam pemberantasan korupsi.

Kedua, terlibatnya para menteri menuntut tindak lanjut dari KPK dan Kejaksaan untuk terus mengusut keterlibatan mafia senayan dalam aliran dana BI. Sudah ada dua mantan anggota DPR-RI yang menjadi tersangka, yaitu Hamka Yandhu dan Anthony Zeidra Abidin. Konsistensi KPK untuk terus menegakkan supremasi hukum dalam pemberantasan korupsi harus terus ditingkatkan di tengah tantangan yang kian besar.

Di sisi lain, kejaksaan juga harus terus mengembangkan kasus ini di jajaran Bank Indonesia. Koran Tempo (4/8) mencatat bahwa bukti-bukti di persidangan menunjukkan bahwa mantan Deputi Gubernur BI, Aulia Pohan, disinyalir turut terlibat dalam pencairan dana BI. Desakan ICW dan Ryaas Rasyid untuk mengusut Aulia Pohan patut dicermati, jangan sampai status Aulia Pohan sebagai besan Presiden menghalangi penyidikan.

Ketiga, keterlibatan dua menteri ini mengharuskan presiden untuk mereposisi kabinet dengan mempertimbangkan parpol, mengingat dua menteri ini berasal dari partai politik. Kita tentu masih ingat ketika Yusril Ihza Mahendra terkena reshuffle, muncul sikap politik Partai Bulan Bintang (PBB) untuk “keluar” dari posisi sebagai partai pendukung pemerintah sehingga menyebabkan keretakan hubungan dengan Partai Demokrat.

Secara politik, sikap untuk mereshuffle secara tergesa-gesa tentu tidak tepat. Presiden dalam hal ini perlu berkonsultasi dengan Wantimpres (bukan hanya kepada Adnan Buyung) dan perlu menegaskan sikap politik presiden yang diambil kepada kabinet. Memang, sikap terbaik bagi para menteri adalah mundur secara legowo, namun pengganti mereka harus disiapkan oleh presiden secara matang.

Keempat, terlibatnya para menteri harus membuka mata semua pihak bahwa korupsi bisa “menjangkiti” siapapun. Oleh karena itu, perlu dibangun sebuah paradigma bahwa menteri sekalipun tidak kebal hukum dan semua pejabat publik harus mempertanggungjawabkan amanah yang dipegangnya secara baik.

Prof Adrianus Meliala dalam simposium internasional di FKIP Unlam pernah menyatakan, awal dari korupsi ialah konflik kepentingan. Seorang pejabat publik harus mampu membedakan antara kewenangan dan larangan dalam menjalankan tugas. Uang yang diterima ketika menjalankan tugas harus diidentifikasi terlebih dulu, apakah itu merupakan gaji yang halal diterima atau gratifikasi yang haram dipergunakan.

Menunggu Sikap Bijaksana SBY

Keterlibatan empat menteri dalam aliran dana BI tersebut memang merupakan preseden dalam kabinet Indonesia Bersatu yang telah berjalan selama empat tahun. Sebagai seorang pejabat publik, kebijakan Presiden dalam menyikapi hal ini sangat diperlukan.

Sikap bijaksana presiden tersebut menurut penulis setidaknya mencakup tiga hal, yakni menyerahkan persoalan kepada proses hukum, menjaga kestabilan kabinet dengan memisahkan urusan hukum dan politik, serta menggunakan hak prerogatif secara bertanggung jawab.

Sikap bijaksana pertama yaitu menyerahkan kasus kedua menteri ini kepada proses hukum dapat dilakukan dengan cara memberi jalan kepada KPK untuk melakukan penyidikan. Bukan kapasitas presiden untuk membela atau mengeluarkan political statement yang terkesan menghalang-halangi penyidik dengan alasan melindungi kinerja kabinet. Sikap presiden harus menjunjung tinggi Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang mengimplikasikan penegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu.

Sikap bijaksana kedua, menjaga kestabilan kabinet dengan pemisahan urusan politik dengan urusan hukum dilakukan dengan cara tetap membiarkan para menteri mengerjakan tugas-tugasnya sebagai seorang menteri secara baik tanpa menciderai upaya penegakan supremasi hukum. Di sisi lain, penyidik juga harus terus bekerja tanpa dihalang-halangi. Ini untuk menjaga stabilitas jalannya tata pemerintahan yang baik.

Sikap bijaksana ketiga, menggunakan hak prerogatif secara bertanggung jawab. Ketika status hukum para menteri yang terlibat telah mencapai level tertentu, presiden harus menggunakan hak prerogatif untuk mengganti menteri dengan mempertimbangkan posisi politik dan track record pengganti. Presiden sebaiknya tidak memaksa menteri lain untuk rangkap jabatan, sehingga tugas yang diberikan tidak tumpang tindih.

Ketiga sikap bijaksana tersebut menurut penulis sangat patut dilakukan oleh presiden sebagai manifestasi komitmen dan kontrak politik. Selanjutnya, biarlah hukum yang berbicara. Bukankah negara ini adalah negara hukum (rechtstaati), bukan negara kekuasaan (machstaati)?

Jumat, 01 Agustus 2008

Politik, Sungai, dan Masa Depan Kita

Pengantar

Banjarmasin selalu identik dengan sungai dan air. Sungai mengalir dari Mantuil di selatan sampai Sungai Alalak di utara. Tak hanya itu, sungai-sungai tersebut juga mengalir sampai ke daerah Banjarbaru, Martapura, dan sekitarnya. Oleh karena itu, dunia mengenal Banjarmasin sebagai The River City, Kota Seribu Sungai.

Identiknya Banjarmasin dengan sungai ini ternyata telah berlangsung sejak beberapa abad yang lalu. Bambang Subiyakto dalam makalahnya, ”Infrastruktur Pelayaran Sungai Kota Banjarmasin 1900-1970” menyatakan bahwa jaringan transportasi air di Banjarmasin telah berkembang sejak perempat kedua abad ke-16. Kehidupan sungai berjalan dengan pembangunan kanal (handil, anjir, dan saka) di beberapa tempat (Subiyakto, 2004).

Tergerusnya Fungsi Sungai

Peran sungai yang dulu begitu sentral kemudian bergeser seiring bergulirnya zaman. Pesatnya pembangunan ternyata membawa berbagai perubahan sosial di Banjarmasin dan mengubah ritme kehidupan sungai dengan pembangunan infrastruktur darat. Pada perkembangannya, hal ini justru melahirkan masalah baru, yaitu tergerusnya ”budaya sungai” dari kehidupan masyarakat.

Sebuah berita Banjarmasin Post, 2 Agustus 2005 memperkuat asumsi tersebut. Pada berita tersebut, terungkap sebuah fakta bahwa ternyata kadar Fe yang ditemukan di beberapa sungai yang menjadi sumber air di Kalsel melebihi batas normal, yaitu 0,1 mg/ppm. Kadar keasaman air juga rendah, di bawah 5,6 dengan standard normal 5,6-5,7. Kondisi ini diperparah dengan penggunaan sungai sebagai media MCK (Mandi, Cuci, Kakus) oleh penduduk setempat.

Ternyata kuantitas sungai juga tergerus. Data Dinas Kimprasko Banjarmasin sebagaimana dikutip oleh Banjarmasin Post, 15 Maret 2008 menyebutkan bahwa dalam sembilan tahun terakhir, 57 sungai “menghilang” dari Banjarmasin. Pada tahun 1995, tercatat 117 sungai mengalir di Banjarmasin. Akan tetapi, jumlah tersebut merosot tajam menjadi 70 sungai di tahun 2002 dan semakin menyusut menjadi 60 sungai dua tahun kemudian.

Data di atas memperlihatkan sebuah fenomena ironis, yakni tergerusnya sungai-sungai di Banjarmasin oleh pembangunan. Hal ini jelas memerlukan tanggung jawab pemerintah (legislatif, eksekutif, yudikatif) dan masyarakat dalam penanganannya. Oleh karena itu, kita perlu merumuskan kembali kebijakan-kebijakan konstruktif untuk mengembalikan fungsi sungai sebagai trademark Kota Banjarmasin.

Politik Berperspektif Lingkungan

Analisis Eep Saefulloh Fatah dalam Kompas, 25 September 2007 cukup menarik untuk diulas. Beliau mengatakan bahwa kerusakan lingkungan telah berjalan dengan perhitungan deret ukur, sementara penanganannya berjalan sesuai deret hitung. Akibatnya, terjadi kelalaian dalam penanganan lingkungan dan terjadilah bencana alam yang sebenarnya dapat dihindari melalui proses mitigasi yang berkesinambungan.

Lantas, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah? Hal paling utama adalah memperbaiki paradigma politik lingkungan kita. Pemerintah, khususnya Kalimantan Selatan, sampai saat ini belum memiliki garis besar kebijakan lingkungan jangka panjang yang menjadi acuan untuk mengembalikan fungsi sungai secara utuh. Oleh karena itu, meminjam istilah Eep Saefulloh Fatah, tak ada istilah kasip untuk memperbaiki langkah.
Jika penulis boleh urun saran, ada beberapa pendapat yang ingin penulis sumbangkan untuk memperbaiki langkah politik sungai yang tengah dijalankan pemerintah sekarang.

Pertama, pemerintah daerah melalui instansi terkait perlu merancang peraturan daerah yang berkaitan dengan sungai. Desain peraturan daerah ini harus mengatur pembuangan limbah (rumah tangga atau industri) ke sungai, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), akses perhubungan sungai, perbaikan infrastruktur perairan, dan hal lain yang sejenis.. Di sini, koordinasi legislatif-eksekutif mutlak diperlukan.

Kedua, Pemerintah Kota Banjarmasin perlu membuat peraturan mengenai pengembangan kepariwisataan sungai. Potensi Banjarmasin sebagai sentra perdagangan dan pariwisata memerlukan tindak lanjut kebijakan yang sesuai. Peraturan ini perlu menekankan perbaikan sarana yang dirasa sangat kurang atau promosi strategis denga target wisatawan domestik dan mancanegara.

Ketiga, pemerintah daerah melalui instansi terkait perlu melakukan proses recovery atas sungai-sungai yang tergerus oleh jalan raya dan sejenisnya. Keberadaan beberapa sungai yang menjadi ”gerbang ” menuju muara Banjar, seperti Sungai Pangeran seakan tertutupi oleh sampah serta menyempit dengan adanya perumahan dan badan jalan. Padahal, ketiga sungai ini merupakan jalan utama menuju Sungai Barito.

Keempat, pengerukan alur sungai Barito harus dilaksanakan secepatnya. Fenomena tertahannya pasokan BBM yang menyebabkan kelangkaan di berbagai SPBU harus ditindaklanjuti dengan perbaikan akses transportasi melalui alur ini. Pengerukan yang berlarut-larut, apalagi jika diwarnai dengan tender yang tidak transparan, hanya akan membuat masalah baru.

Kelima, peran serta masyarakat dalam pelestarian sungai sangat mutlak diperlukan. Budaya membuang sampah ke sungai atau sejenisnya sudah sangat patut dihilangkan. Tentunya sikap ini memerlukan pengayoman, teladan, dan partisipasi pemerintah dengan pembuatan program-program yang mendukung. Dengan demikian, kebijakan publik yang dihasilkan tidak menuai kegagalan.
Rekonstruksi Masa Depan
Lima saran tersebut penulis sumbangkan sebagai wujud cinta terhadap banua. Penulis yang dibesarkan bersama sungai hanya dapat berharap, pergantian kepemimpinan dan perubahan politik lokal tidak menggerus kepedulian pemerintah terhadap sungai.
Bukankah masa depan kita, Urang Banjar, tergantung pada eksistensi sungai-sungai yang ada di dalamnya?