Minggu, 15 Juni 2008

Kebangkitan Pelajar Nasional, Kapan?

Membangkitkan Pelajar yang Tertidur Pulas

Kita tak dapat memungkiri fakta bahwa kebangkitan nasional dipelopori oleh para kaum muda yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan pejuang intelektual. Apa buktinya? Dalam sejarah, Boedi Oetomo yang disebut-sebut sebagai organisasi pertama di era penjajahan ternyata didirikan oleh para mahasiswa STOVIA yang kritis dan memiliki visi strategis untuk memajukan bangsa.

Fakta lain dapat kita lihat di era-era sesudahnya. Roh pergerakan bangsa ternyata dilahirkan di negeri Belanda oleh para mahasiswa Indonesia. Sebut saja nama Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, Soemitro, atau Semaun yang mencetuskan pergerakan nasional melalui Perhimpunan Indonesia di Belanda. Di tanah air, kita mengenal nama seperti Soekarno dan Tjokroaminoto yang pada usia relatif muda menakhodai dua partai revolusioner terbesar saat itu: Partai Nasionalis Indonesia dan Syarikat Islam.

Dengan demikian, kebangkitan nasional tak dapat dilepaskan dari peran generasi muda. Hal ini relevan dengan perkataan Hassan Al-Banna yang menegaskan, ” Pemuda merupakan pilar kebangkitan, pemuda adalah rahasia dari sebuah kekuatan. Dalam setiap pergerakan, pemuda adalah pengibar panji-panjinya”.

Bagaimana Peran Pelajar Dulu?

Ternyata pelajar juga memiliki andil dalam kebangkitan nasional. Kita perlu mengetahui bahwa Bung Sjahrir, perdana menteri RI pertama telah memulai karier pergerakannya sebelum beliau masuk Universitas Leijden! Begitu pula dengan Bung Hatta yang menjadi teman seperjuangan Bung Sjahrir di Perhimpunan Indonesia. Bahkan seorang Ir. Soekarno pun juga memulai cita-cita luhurnya sebelum menjadi mahasiswa.

Di era sesudah itu, peran pelajar tetap ada dan terus eksis memperjuangkan nasib bangsa. Pada tahun 1965, pelajar menjadi salah satu avant garde kesatuan aksi rakyat yang ingin melakukan perubahan. Tercatat KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) turut serta dalam demonstrasi dan mengangkat yel-yel Tritura untuk membubarkan PKI.

Pada tahun 1999, pelajar juga tidak tinggal diam. Seorang Lukman Firdaus, pelajar SMUN 3 Ciledug telah mencatatkan namanya sebagai salah satu patriot reformasi ketika tertembak di Semanggi, September 1999. Nyawanya tak terselamatkan di perjalanan setelah mengucurkan darah yang cukup banyak.

Bagaimana Pelajar Sekarang?

Jauh dari harapan. Pelajar sekarang tengah terombang-ambing oleh dua arus besar yang saling berlawanan: arus pendidikan dan arus hedonisme. Di satu sisi, pelajar dituntut untuk meraih nilai setinggi-tingginya di bangku sekolah dan tidak perlu memikirkan hal-hal di luar pelajaran. Pelajar dibatasi, diatur, dan diarahkan sedemikian rupa untuk memenuhi ambisi dari orang tua. Implikasinya, pelajar ”dilarang” untuk membicarakan nasib bangsa secara objektif karena dinilai mengganggu pelajaran.

Di satu sisi, arus globalisasi telah membuat pelajar terlena dengan budaya instan yang ada. Kemajuan teknologi membuat pelajar larut sehingga melupakan tugasnya sebagai seorang intelektual, menggali ilmu dan mengimplementasikannya demi kemajuan bangsa. Belum lagi kerusakan moral yang dibawa oleh media massa membuat pelajar menjadi jauh dari tujuan awalnya. Akhirnya, terjadilah disguised brainwashing oleh kalangan-kalangan tertentu dengan menggunakan media informasi sebagai senjata utama.

Padahal sebagai bagian dari generasi muda, pelajar pada umumnya masih memiliki semangat membara untuk berubah. Hal ini berpadu dengan jiwa yang dinamis, karakteristik yang idealis, dan pikiran yang kritis. Selain itu, para pelajar juga memiliki jiwa intelektualitas yang dapat mendorong semangat mereka menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadi sebuah kekuatan yang jika dikeluarkan akan menghasilkan output cemerlang yang kaya akan gagasan dan ide-ide brilian.

Bagaimana Pelajar Seharusnya?

Pertama, Idealisme dan daya kritis pelajar harus terus dibina dengan cara memperluas wawasan. Pelajar dapat mempergunakan organisasi formal semisal OSIS, MPK, KSI, atau organisasi lainnya. Tentunya pelajar memiliki batasan untuk ini. Namun perlu diingat, kewajiban untuk patuh pada sekolah tidak lantas menggugurkan argumen bahwa pelajar harus memiliki idealisme. Idealisme sangat penting dalam menyuarakan dan memertahankan hak-haknya serta. memfilter segala macam bentuk pengaruh yang masuk melalui saluran-saluran komunikasi yang ada.

Kedua, Pemikiran kritis pelajar harus terus dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah, baik dalam kerangka formal ataupun informal. Pelajar harus mengkaji berdasarkan pemikiran mereka sendiri, dengan mengembangkan budaya ilmiah sebagai dasar. Praktik ‘pencucian otak’ oleh guru atau elemen masyarakat luar sebisa mungkin dihindari.

Ketiga, pelajar harus memanage semangat dan emosi agar tetap stabil sehingga pelajar tetap dapat berpikir jernih. Semangat yang tinggi memungkinkan pelajar untuk melakukan perubahan di sekelilingnya, terutama jika terjadi penyimpangan-penyimpangan di lingkungannya. Namun pelajar tetap harus menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak sehingga emosi pelajar yang meluap-luap harus distabilisasi terlebih dulu.

Keempat, pelajar harus mampu menentukan sikap. Pelajar jangan sampai terbawa oleh arus yang berbahaya. Ketegasan sikap harus dimiliki oleh semua pelajar dalam menghadapi perkembangan pelajar. Pemikiran pelajar tidak hanya menjangkau apa yang akan dicapai pada saat ini, tetapi juga bersifat jangka panjang sehingga pelajar dapat memikirkan implikasi-implikasi perbuatannya.

Empat sikap tersebut harus dimiliki oleh seorang pelajar. Ingat, pelajar memiliki peranan yang sangat vital dalam reformasi dan kebangkitan nasional. Sekarang, mengapat tidak kita tunjukkan bahwa pelajar juga memiliki spirit tersebut di tengah kegalauan era reformasi sekarang?

Salam Reformasi!

Tidak ada komentar: