Rabu, 08 Oktober 2008

Dakwah Pelajar di Tengah Arsitektur Modernitas

Pemuda merupakan pilar kebangkitan, pemuda adalah rahasia dari sebuah kekuatan. Dalam setiap pergerakan, pemuda adalah pengibar panji-panjinya”.[1]

Perkataan di atas diucapkan oleh Ustadz Hassan Al-Banna, pendiri Ikhwan al-Muslimin. Apa yang mendasari perkataan ulama Mesir ini? Hassan Al-Banna merinci bahwa ternyata sejak dulu pemuda telah menjadi pilar kebangkitan umat. Hal ini dapat dilihat pada sosok Ali bin Abi Thalib, Ja’far bin Abi Thalib, dan Zubair bin Awwam yang telah dibina oleh Rasulullah sejak usia 8 tahun. Kuncinya adalah pembinaan sejak dini. Di kemudian hari, mereka pun ambil bagian pada perubahan besar (Widiyantoro, 2003).

Dewasa ini, generasi muda Indonesia tengah berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Derasnya arus informasi yang masuk ternyata juga memberikan dampak negatif bagi perkembangan perilaku generasi muda yang kian lama kian jauh dari agama. Sebagai contoh, sangat banyak pengaruh negatif yang ditimbulkan dari tayangan TV yang, ironisnya, dijadikan oleh banyak generasi muda sebagai gaya hidup dan tata pergaulan. Padahal, Islam telah menawarkan contoh idola dan gaya hidup yang ada pada diri Rasulullah.

Salah satu sebab dari permasalahan-permasalahan tersebut adalah kurangnya pembinaan agama dari para orang tua dan guru di sekolah. Remaja yang tak diberi pemahaman agama yang cukup kemudian mencari gaya hidup lain yang ‘memuaskan’, tak peduli kepuasan tersebut semu, tak tahan lama. Implikasinya, generasi muda pun mengalami disorientasi nilai dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Inilah fenomena loss generation yang jika tidak disikapi akan berakibat fatal di masa yang akan dating.

Salah satu cara yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pembinaan generasi muda adalah melalui pembinaan sebaya. Di sini, peranan Rohis di sekolah sebagai salah satu ikon pembinaan generasi muda di kalangan umat Islam sangat diperlukan. Dimulai dari bangku sekolah, remaja seharusnya mampu menularkan kebaikan yang dilakukannya kepada saudara-saudaranya. Jika remaja telah mampu melakukan hal tersebut, secara tidak langsung ia juga telah memberi pengaruh pada perkembangan moral di masa depan dan akan menjadi vocal point dalam menentukan masa depan bangsa.

Peran remaja sebagai agen dakwah sangat ditentukan oleh lingkungan yang mendidiknya. Di sinilah perlunya ada bimbingan dari tenaga pendidik agar mampu menciptakan kondisi yang islami. Memang, hal ini cukup sulit untuk dilakukan di sekolah dengan latar belakang agama yang beragam. Kerjasama yang baik dari guru dan siswa akan memberi hasil yang optimal, Insya Allah.

Dakwah bagaimanakah yang dapat dikembangkan oleh remaja? Dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl : 125 Allah telah menggariskan 3 metode dakwah secara umum. Ketiga metode tersebut antara lain Hikmah, atau penyampaian dakwah dengan mengedepankan kebijaksanaan dalam menghadapi objek dakwah ketika menyampaikan isi dakwah. Kebijaksanaan tersebut antara lain dengan mengetahui background dari objek dakwah.

Cara kedua yaitu Mau’izhah Al-Hasanah, atau memberi keteladanan, nasehat yang baik, atau dengan pengajaran yang mengedepankan kebaikan-kebaikan. Sedangkan cara ketiga adalah Mujaadilu bil-latii hiya ahsan. Cara ini ditempuh melalui diskusi dan tukar pikiran dengan cara yang baik, tanpa kekerasan, dan ditempuh pada masyarakat yang berpikir kritis.

Menurut hemat penulis, cara yang paling baik dalam dakwah di kalangan remaja adalah dengan cara Hikmah, dengan harapan kebijaksanaan tersebut mampu disebarkan kepada objek dakwah yang lain. Jika tidak mampu, remaja dapat mengambil metode Mau’izhah Al-Hasanah, dengan memberi keteladanan yang baik kepada rekan-rekan remaja. Sebisa mungkin jangan menggiring rekan remaja ke arah perdebatan agar tidak terjadi polemik. Jika memang sangat sulit, ajaklah bertukar pikiran dengan penuh kesopanan, objektif, dan saling menghormati.

Akhir kata, Hassan Al-Banna pernah berkata, “Nahnu Du’at Qabla Kulli syai’in”. Kita ini adalah pendakwah sebelum segala sesuatunya. Maksudnya adalah, semua pemahaman Islam yang kita miliki tidak cukup hanya untuk diri kita pribadi saja. Sebisa mungkin kita menda’wahkan ilmu yang kita miliki ke orang-orang sekitar kita, dengan harapan orang-orang di sekitar kita akan berubah dan juga memahami Islam secara benar.

Di sini, penulis tambahkan perkataan dari Ahmad Syauqi, “Eksistensi sebuah bangsa jika akhlak melekat pada mereka. Jika akhlaknya lenyap, mereka pun tiada”. Jika remaja telah menunjukkan kualitasnya, pintu gerbang kebangkitan bangsa ini akan ada di depan mata, Insya Allah.



[1] Hassan, Al-Banna, Risalah Pergerakan.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

aq juga setuju sama pendapat hasan al-banna. setidaknya aq pribadi menganggap kamu sudah melakukan sebuah langkah besar dan implikatif dalam rangka perjuangan para remaja seperti aq pribadi yang perlu motivator. aq pernah ingat ada sebuah sumber yang mengatakan kalo "semakin dewasa,semakin tugas dan PR yang harus dikerjakan" hehehe....