“There have been many people killed. And I think that it is very wrong and it is not humanitarian to applaud any actions that have had that kind of a result”.
(Recep Tayyep Erdogan dalam World Economic Forum 2009, dikutip dari Harian The Guardian)
Ketika negara-negara Arab terdiam dalam kasus Agresi Israel ke Palestina awal 2009 lalu, sebuah dukungan tak terduga muncul dari negara yang selama ini dikenal dekat dengan Israel: Turki. Sebuah insiden mengejutkan pada pertemuan World Economic Forum 2009 menjadi penanda dukungan tersebut, di mana semua kepala negara tertegun menyaksikan sikap tegas perdana menteri Turki yang menyatakan kegeramannya di hadapan Presiden Israel atas tragedi kemanusiaan di Gaza.
Insiden terjadi pada sesi diskusi dalam pertemuan puncak pada pertemuan puncak World Economic Forum yang digelar di Davos, Swiss. Perdebatan mengenai agresi Israel ke Gaza terjadi antara Perdana Menteri Turki, Recep Erdogan dan Presiden Israel, Shimon Peres. Ketika Erdogan ingin menyatakan argumentasi akhirnya kepada forum, statement-nya dipotong oleh moderator sidang, David Ignatus dengan alasan forum tersebut tidak memungkinkan untuk membuka perdebatan baru. Harian The Guardian menyatakan bahwa kedua tokoh berdebat sengit sebelum Erdogan walk-out dari sidang dan melakukan press conference terpisah yang mendukung rakyat Palestina di luar sidang.
Awal Baru dan Sinyal Dukungan
Sikap Erdogan tersebut sangat mengejutkan banyak pihak, karena selama ini Turki sangat jarang terlibat dalam eskalasi konflik di Palestina. Selain itu, Turki selama ini juga cukup dekat dengan Israel, terutama setelah Turki berusaha untuk masuk ke dalam keanggotaan Uni Eropa. Sehingga, wajar jika banyak pihak terkejut dan menyatakan apresiasinya atas sikap tegas perdana menteri Turki tersebut ketika negara-negara Arab justru tidak mampu berbuat apa-apa untuk menyelesaikan polemik.
Sikap tegas Recep Erdogan tersebut dapat kita baca dari dua level analisis, yaitu rational actor (karakter individu) dan politik luar negeri Turki.
Ketika negara-negara Arab terdiam dalam kasus Agresi Israel ke Palestina awal 2009 lalu, sebuah dukungan tak terduga muncul dari negara yang selama ini dikenal dekat dengan Israel: Turki. Sebuah insiden mengejutkan pada pertemuan World Economic Forum 2009 menjadi penanda dukungan tersebut, di mana semua kepala negara tertegun menyaksikan sikap tegas perdana menteri Turki yang menyatakan kegeramannya di hadapan Presiden Israel atas tragedi kemanusiaan di Gaza.
Insiden terjadi pada sesi diskusi dalam pertemuan puncak pada pertemuan puncak World Economic Forum yang digelar di Davos, Swiss. Perdebatan mengenai agresi Israel ke Gaza terjadi antara Perdana Menteri Turki, Recep Erdogan dan Presiden Israel, Shimon Peres. Ketika Erdogan ingin menyatakan argumentasi akhirnya kepada forum, statement-nya dipotong oleh moderator sidang, David Ignatus dengan alasan forum tersebut tidak memungkinkan untuk membuka perdebatan baru. Harian The Guardian menyatakan bahwa kedua tokoh berdebat sengit sebelum Erdogan walk-out dari sidang dan melakukan press conference terpisah yang mendukung rakyat Palestina di luar sidang.
Awal Baru dan Sinyal Dukungan
Sikap Erdogan tersebut sangat mengejutkan banyak pihak, karena selama ini Turki sangat jarang terlibat dalam eskalasi konflik di Palestina. Selain itu, Turki selama ini juga cukup dekat dengan Israel, terutama setelah Turki berusaha untuk masuk ke dalam keanggotaan Uni Eropa. Sehingga, wajar jika banyak pihak terkejut dan menyatakan apresiasinya atas sikap tegas perdana menteri Turki tersebut ketika negara-negara Arab justru tidak mampu berbuat apa-apa untuk menyelesaikan polemik.
Sikap tegas Recep Erdogan tersebut dapat kita baca dari dua level analisis, yaitu rational actor (karakter individu) dan politik luar negeri Turki.
Pertama, dalam level aktor rasional, kita dapat melihat bahwa Erdogan memiliki kedekatan dengan Palestina secara basis ideologi politik. Erdogan diusung oleh AKP, partai yang berasas Islam serta berbasis massa kelas menengah yang memiliki pandangan keislaman kental. Kendati selama ini mengambil sikap moderat dalam hubungan dengan Barat, Erdogan memiliki kedekatan dengan negara-negara Islam. Hal ini yang menyebabkan Erdogan bersimpati dengan Palestina dan mengecam aksi Israel di hadapan Presiden mereka.
Kedua, dalam level negara, kita dapat melihat bahwa Turki sedang berusaha untuk membangun kembali kedekatan dengan negara-negara Islam serta menegaskan independensi politik luar negeri mereka yang tidak terikat dengan siapapun. Posisi ini, menurut penulis, berkaitan erat dengan kemenangan AKP pada Pemilu parlemen dan Presiden lalu, sehingga berpengaruh pada perubahan visi politik luar negeri yang dianut. Sikap Recep Erdogan jelas bukan sentimen pribadi, namun merupakan suara resah dari masyarakat Turki yang mendukung Palestina dan mengecam Israel.
Dukungan Erdogan terhadap Palestina ini juga menjadi awal dari babak baru pertarungan diplomatik antara Israel dengan negara-negara Islam. Turki diprediksi akan menjadi pemain baru dalam diplomasi yang selama ini terus berjalan tanpa hasil akhir yang betul-betul mengikat. Selama ini, suara negara Arab hanya diwakili oleh Mesir yang terlihat tidak ingin ikut campur atau Iran yang sering bersuara keras. Dengan masuknya Turki, tekanan terhadap Israel akan bertambah dan turut mewarnai proses perundingan yang tampaknya tidak selesai cepat.
Ke Mana Negara Arab?
Insiden Davos ini juga menarik jika kita ulas dari sudut pandang negara-negara Arab. Di antara negara-negara tetangga Palestina, hanya Iran yang selama ini aktif mendukung Palestina. Mesir bersikap ambigu dan terkesan pragmatis dari kebijakannya menutup perbatasan di Rafah. Suriah dan Lebanon tengah menghadapi kemelut politik domestik dan recovery stabilitas keamanan nasional. Adapun negara-negara petrodollars di jazirah Arabia yang secara finansial sangat kuat tidak menyatakan apa-apa selain simpati, tanpa ada dukungan politik yang strategis untuk menekan Israel. Hal inilah yang menyebabkan Israel dengan leluasa membombardir dan mengisolasi wilayah Gaza dari dunia luar.
Ada apa dengan negara-negara Arab? Secara geopolitik, seharusnya mereka lebih berperan dalam proses peacemaking, peacebuilding, dan peacekeeping di Palestina karena berkaitan erat dengan stabilitas keamanan regional di Timur Tengah. Di sisi lain, Palestina juga merupakan wilayah merdeka sebelum David Ben Gurion secara sepihak mendeklarasikan negara Israel. Jika negara-negara Arab begitu tertutup, bagaimana dengan blokade ekonomi yang mengisolasi Gaza dari dunia luar serta menghalangi bantuan kemanusiaan atas rakyat Gaza?
Hal ini menjadi pertanyaan serius ketika agresi Israel terjadi. Dukungan Turki terhadap Palestina dapat menjadi sebuah awal baru dalam proses resolusi konflik di Gaza. Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa seperti dikutip oleh The Guardian juga menyatakan bahwa sikap walk out Erdogan dapat dimengerti (understandable) karena pihak Israel tidak mendengarkan tekanan internasional yang diarahkan pada mereka. Sikap Erdogan akan membawa implikasi politik yang lebih jauh dalam eskalasi konflik Israel-Palestina.
Oleh karena itu, kita mengharapkan negara-negara Arab untuk turut memiliki sikap tegas terhadap Israel, terutama Mesir yang memiliki perbatasan langsung dengan Gaza. Negara-negara Arab tidak dapat hanya menyalahkan Hamas atau Hizbullah yang terlibat perang, tetapi juga harus menyalahkan keterlambatan sikap mereka dalam menghadapi masalah. Konflik Israel-Palestina jelas telah mengakar sejak lama, dan karenanya harus disikapi secara bersama-sama pula.
Refleksi Insiden Davos
Insiden Davos telah membuka mata dunia bahwa masih ada harapan dan dukungan terhadap Palestina. Sikap tegas Recep Tayyip Erdogan tidak sekedar dibaca sebagai kecaman tegas atas Israel belaka, tetapi juga sebagai sindiran atas ketidakberdayaan negara-negara Arab dalam menghadapi Israel. Penekanan diplomatik dapat menjadi sebuah media dalam menghentikan aksi militer sepihak Israel.
Sikap tegas inlah yang dinantikan oleh masyarakat global dan umat Islam pada khususnya. Hegemoni Israel harus dilawan, dan saksikanlah: Recep Erdogan menjadi pelopor perlawanan tersebut. Bravo Erdogan, Bravo AKP!
Kedua, dalam level negara, kita dapat melihat bahwa Turki sedang berusaha untuk membangun kembali kedekatan dengan negara-negara Islam serta menegaskan independensi politik luar negeri mereka yang tidak terikat dengan siapapun. Posisi ini, menurut penulis, berkaitan erat dengan kemenangan AKP pada Pemilu parlemen dan Presiden lalu, sehingga berpengaruh pada perubahan visi politik luar negeri yang dianut. Sikap Recep Erdogan jelas bukan sentimen pribadi, namun merupakan suara resah dari masyarakat Turki yang mendukung Palestina dan mengecam Israel.
Dukungan Erdogan terhadap Palestina ini juga menjadi awal dari babak baru pertarungan diplomatik antara Israel dengan negara-negara Islam. Turki diprediksi akan menjadi pemain baru dalam diplomasi yang selama ini terus berjalan tanpa hasil akhir yang betul-betul mengikat. Selama ini, suara negara Arab hanya diwakili oleh Mesir yang terlihat tidak ingin ikut campur atau Iran yang sering bersuara keras. Dengan masuknya Turki, tekanan terhadap Israel akan bertambah dan turut mewarnai proses perundingan yang tampaknya tidak selesai cepat.
Ke Mana Negara Arab?
Insiden Davos ini juga menarik jika kita ulas dari sudut pandang negara-negara Arab. Di antara negara-negara tetangga Palestina, hanya Iran yang selama ini aktif mendukung Palestina. Mesir bersikap ambigu dan terkesan pragmatis dari kebijakannya menutup perbatasan di Rafah. Suriah dan Lebanon tengah menghadapi kemelut politik domestik dan recovery stabilitas keamanan nasional. Adapun negara-negara petrodollars di jazirah Arabia yang secara finansial sangat kuat tidak menyatakan apa-apa selain simpati, tanpa ada dukungan politik yang strategis untuk menekan Israel. Hal inilah yang menyebabkan Israel dengan leluasa membombardir dan mengisolasi wilayah Gaza dari dunia luar.
Ada apa dengan negara-negara Arab? Secara geopolitik, seharusnya mereka lebih berperan dalam proses peacemaking, peacebuilding, dan peacekeeping di Palestina karena berkaitan erat dengan stabilitas keamanan regional di Timur Tengah. Di sisi lain, Palestina juga merupakan wilayah merdeka sebelum David Ben Gurion secara sepihak mendeklarasikan negara Israel. Jika negara-negara Arab begitu tertutup, bagaimana dengan blokade ekonomi yang mengisolasi Gaza dari dunia luar serta menghalangi bantuan kemanusiaan atas rakyat Gaza?
Hal ini menjadi pertanyaan serius ketika agresi Israel terjadi. Dukungan Turki terhadap Palestina dapat menjadi sebuah awal baru dalam proses resolusi konflik di Gaza. Sekretaris Jenderal Liga Arab, Amr Moussa seperti dikutip oleh The Guardian juga menyatakan bahwa sikap walk out Erdogan dapat dimengerti (understandable) karena pihak Israel tidak mendengarkan tekanan internasional yang diarahkan pada mereka. Sikap Erdogan akan membawa implikasi politik yang lebih jauh dalam eskalasi konflik Israel-Palestina.
Oleh karena itu, kita mengharapkan negara-negara Arab untuk turut memiliki sikap tegas terhadap Israel, terutama Mesir yang memiliki perbatasan langsung dengan Gaza. Negara-negara Arab tidak dapat hanya menyalahkan Hamas atau Hizbullah yang terlibat perang, tetapi juga harus menyalahkan keterlambatan sikap mereka dalam menghadapi masalah. Konflik Israel-Palestina jelas telah mengakar sejak lama, dan karenanya harus disikapi secara bersama-sama pula.
Refleksi Insiden Davos
Insiden Davos telah membuka mata dunia bahwa masih ada harapan dan dukungan terhadap Palestina. Sikap tegas Recep Tayyip Erdogan tidak sekedar dibaca sebagai kecaman tegas atas Israel belaka, tetapi juga sebagai sindiran atas ketidakberdayaan negara-negara Arab dalam menghadapi Israel. Penekanan diplomatik dapat menjadi sebuah media dalam menghentikan aksi militer sepihak Israel.
Sikap tegas inlah yang dinantikan oleh masyarakat global dan umat Islam pada khususnya. Hegemoni Israel harus dilawan, dan saksikanlah: Recep Erdogan menjadi pelopor perlawanan tersebut. Bravo Erdogan, Bravo AKP!
2 komentar:
yagh dagh bisa..........
ki calon yang lain tu kita berdua yagh..
yagh ki napa takut ama 8?
kita pasti bisa 20%
yah erdogan memang sang pemberani saya juga memuta skrip debat mereka
http://pendengardakta.blogspot.com/2009/02/terjemahan-debat-erdogan-dengan-simon.html
Posting Komentar