Selasa, 02 Desember 2008

Menyikapi Pekerja Anak


States Parties recognize the right of the child to be protected from economic exploitation and from performing any work that is likely to be hazardous or to interfere with the child's education, or to be harmful to the child's health or physical, mental, spiritual, moral or social development.”

(Convention of The Rights of The Child, Article 32)


Ayat 1 dari Pasal 33 Konvensi Hak anak tersebut menjamin bahwa pihak negara mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan suatu pekerjaan yang berbahaya atau mengganggu pendidikannya, atau berbahaya bagi kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spirit, moral atau sosial.


Definisi dan Fakta


Definisi pekerja anak disebutkan dalam Kepmedagri No 5 Tahun 2001. Disebutkan di sana, pekerja anak adalah anak yang melakukan semua jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan dan menghambat proses belajar serta tumbuh kembang. Mengenai pembolehan anak bekjerja UU Nomor 13 Tahun 2003 telah menyebut bahwa anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari (www.nakertrans.go.id).


Di Banjarmasin, kita tak dapat menutup mata dengan maraknya pekerja anak di pasar, jalanan, dan tempat-tempat umum lainnya. Banyak dari mereka yang terpaksa bekerja untuk menghidupi dirinya dan keluarganya dengan bekerja sebagai pedagang asongan, pengamen, penjual makanan, bahkan sebagai peminta-minta. Keadaan seperti ini jumlahnya tidak bisa dikatakan sedikit. Terbukti dengan ramainya pengemis anak-anak yang mengetuk pintu-pintu rumah ketika hari libur atau pada bulan Ramadhan.


Fenomena ini patut disayangkan, mengingat setiap anak memiliki hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri melalui UU No 23 tahun 2002 Pasal 11.


Faktor Penyebab


Mengapa pekerja anak ini banyak ditemukan di daerah kita?


Ada berbagai faktor yang berkaitan dengan keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga atau kemiskinan. Keluarga miskin, terpaksa mengerahkan sumber daya keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi demikian mendorong anak-anak yang belum mencapai usia untuk bekerja terpaksa harus bekerja. Sebuah penelitian menunjukkan anak-anak yang bekerja ternyata banyak yang tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, melainkan justru untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.


Padahal, seorang anak yan harus menjalani pendidikan dari SD sampai SMA. Memang wajar saja jika anak bekerja untuk membantu orangtua agar menjadi pengalaman hidup, tetapi itupun harus dengan catatan pendidikan anak tak boleh ditinggalkan. Persoalan menjadi berbeda jika anak disuruh untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.


Perlu Kearifan


Banyaknya jumlah pekerja anak ini seharusnya juga menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam menyikapi perlindungan anak. Pemerintah Kota Banjarmasin harus mengkaji permasalahan ini dan memikirkan solusinya melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Penanggulangannya pun sebaiknya bukan dengan cara sweeping atau razia anak jalanan dan pengemis, tetapi dengan mencari akar permasalahan dan sebab-sebab munculnya pekerja anak ini.


Jika ternyata anak-anak yang mencari nafkah tersebut bekerja karena ingin mencukupi kebutuhan pendidikan mereka, yang harus dilakukan pemerintah kota adalah memberi mereka santunan untuk biaya pendidikan. Kebijakan seperti ini tentunya akan lebih membawa hasil dibanding dengan cara sweeping yang hanya insidentil. Atau juga dengan cara-cara persuasif lainnya yang dirasa baik oleh pemerintah.


Adanya program orangtua asuh di sekolah-sekolah, Dana Dhu’afa Mesjid Ar-Rahman, atau program-program yang berkaitan dengan children welfare lainnya di Banjarmasin, telah menjadi sebuah awal yang positif bagi upaya penurunan kuantitas pekerja anak. Orangtua asuh diharapkan dapat memberikan perhatiannya kepada anak, dengan membantu biaya sekolah atau biaya pendidikan lainnya. Kepedulian masyarakat terhadap program ini sangat diharapkan, guna menurunkan tingkat pekerja anak di daerah kita.


Penutup


Oleh karena itu, upaya penanggulangan terhadap pekerja anak perlu dilakukan secara terpadu antar sektor. Pada intinya pengentasan pekerja anak ini harus diupayakan melalui akarnya, yaitu dari pengentasan kemiskinan, karena faktor ekonomilah yang membuat banyak anak bekerja mencari nafkah. Jika kemiskinan telah dapat ditangani dengan baik, pekerja anak pun juga dapat diturunkan kuantitasnya, Insya Allah.


*) Pelajar SMAN 1 Banjarmasin Kelas XII IPS 2,

Pemerhati Masalah Sosial-Kemasyarakatan


Artikel ini dimuat di Radar Banjarmasin, hampir satu tahun yang lalu.



2 komentar:

Anonim mengatakan...

Buku dah nyampe blum Mas?

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar mengatakan...

sudah, wah rupanyo sama2 online juga pak ersis